BANJARNEGARA - Semestinya setiap aktivitas pertambangan harus disertai dengan upaya reklamasi, sehingga dampak negatifnya bisa diminimalisir.
Namun saat ini hal tersebut belum optimal dilakukan, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.
Ketua Aliansi Parlemen Jalanan, Setyo Bangun Suharto mengatakan, pertambangan yang tidak disertai dengan reklamasi, mengakibatkan kerusakan lingkungan.
"Undang-undang mengatur bahwa setiap upaya pertambangan, mesti harus diikuti reklamasi. Sekarang belum dilakukan," ungkapnya.
Meskipun menimbulkan kerusakan alam cukup besar, namun retribusi dari sektor tersebut masih rendah. "Ketika berbicara pertambangan, masih tinggi kerugian dibandingkan manfaatnya," ujarnya.
Menurut dia, saat ini di Banjarnegara ada dua jenis pertambangan galian C yang masif dilakukan, yaitu pertambangan pasir kuarsa di wilayah selatan Kecamatan Bawang dan Purwanegara serta tambang pasir dan batu. Keberadaan kedua jenis pertambangan tersebut membawa sejumlah konsekuensi.
Penambangan pasir kuarsa yang umumnya ditambang di tebing atau lereng perbukitan, merusak lingkungan. Padahal secara alami lingkungannya kurang subur.
Dengan adanya aktivitas pertambangan, membuat kondisinya semakin gersang. Sementera pertambangan pasir dan batu di sungai merusak habitat sungai. Dampak lain, merusak jalan raya. Sebab hasil tambang diangkut menggunakan truk yang menggunakan jalan umum.
Menurut dia, aktivitas pertambangan memang membuka lapangan pekerjaan. Namun lebih banyak masyarakat yang dirugikan secara langsung, terutama dampak kerusakan jalan akibat lalu lintas pertambangan.
"Pemerintah harus bisa meminimalisir dampak negatif dan meningkatkan manfaat dari aktivitas pertambangan yang ada di Banjarnegara," tandasnya.
Oleh karena itu perlu ada regulasi yang dijalankan dengan benar, agar manfaat dari aktivitas pertambangan tidak hanya dinikmati segelintir orang. Namun dampak buruknya dirasakan oleh masyarakat luas. (drn/din)