KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025
JAKARTA - Sejumlah tokoh yang kritis terhadap pemerintah terdepak dari pengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Termasuk mereka yang dekat aksi 212 dan Habib Rizieq Shihab.
KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025 dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI yang berlangsung 25 - 27 November 2020. Dalam tugasnya, Miftachul akan didampingi tiga Wakil Ketua Umum, yaitu: Anwar Abbas (Muhammadiyah), Marsudi Syuhud (NU), dan Basri Barmanda (Persatuan Tarbiyah Islamiyah/Perti). Sebagai Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan. Sementara Ma'ruf Amin yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia terpilih sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI (lengkapnya lihat grafis).
Usai ditetapkan sebagai Ketum MUI yang baru, Miftach mengatakan umat dan masyarakat menunggu kiprah MUI kepengurusan baru untuk menghadapi tantangan kedepan.
https://radarbanyumas.co.id/mui-purbalingga-tegaskan-pengajian-besar-ditunda/
"Salah satu tantangan yang harus diatasi adalah terjadinya banyak ketidakpastian di era teknologi ini," katanya, Jumat (27/11).
Dilanjutkananya, ketidakpastian tersebut memicu umat berada di tengah kegamangan dalam menentukan tujuan hidup sebagaimana diramalkan Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah menyebut ketidakpastian juga menjadi penanda datangnya kiamat.
"Rasulullah pernah menyatakan, hari itu sudah diramalkan Rasulullah, kiamat belum diselenggarakan sebagai penutup kehidupan dunia, sampai suatu massa seseorang tidak tahu motivasi apa kehidupannya, apa penggeraknya, apa penyebabnya," ucapnya.
Dalam menjalani hidupnya, manusia tersebut hanya terbawa arus situasi.
"Dia hanya ikut dan terpengaruh situasi dan kondisi. Seseorang membunuh tapi dia tidak tahu motivasinya, yang terbunuh juga tidak tahu sebabnya dia dibunuh," katanya.
Menurut Miftach, Rasulullah menyebut zaman ketidakpastian itu terjadi gonjang-ganjing dengan menipisnya batas kebenaran dan kebatilan. Tidak ada upaya masyarakat mengklarifikasi isu, hoaks bertebaran, fitnah dianggap sunah dan lainnya.
"Maka sangat berat tugas ulama. Sungguh mulia tugas yang mewarisi (Nabi Muhammad) dan diwarisi (ulama)," katanya.
Sementara Ketua Umum MUI yang lama Ma’ruf Amin menitipkan tiga pesan kepada pengurus baru MUI.
Dikatakannya, MUI sebagai ormas yang berisikan ulama-ulama, harus teguh dalam menjaga cara berpikir dan bertindak umat Islam yang moderat. Selain itu juga tidak berlebihan, tidak berlaku masa bodoh, serta tidak kaku dan tidak permisif.
“Komitmen untuk tetap menjadikan Islam wasathiyah sebagai cara berpikir, bersikap dan bertindak, harus tetap menjadi pedoman dalam setiap kiprah MUI di masa yang akan datang,” katanya.
MUI juga harus dapat melakukan pembenahan dan perubahan ke arah lebih baik secara terus menerus. Terutama dalam memberikan pelayanan kepada umat Islam dan sebagai mitra Pemerintah.
“Diharapkan MUI semakin lebih baik dalam menjalankan fungsinya, terutama fungsi sebagai khadimul ummah dan shadiqul hukumah,” tukasnya.
Terakhir, Ma’ruf Amin meminta MUI terus mengawal pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
“Itu merupakan basis dan tumpuan kehidupan ekonomi sebagian besar umat dan telah menjadi bagian integral dari struktur perekonomian nasional, yang sekarang sudah menjadi kebijakan Pemerintah,” katanya.
Menanggapi kepengurusan MUI yang baru, Menteri Agama Fachrul Razi mengajak pengurus baru MUI meningkatkan pemahaman dan pengamalan umat terhadap Islam Wasathiyah dan memperkuat moderasi beragama.
Dikatakannya, Kementerian Agama selaku leading sector akan bersinergi dengan MUI dan ormas serta lembaga keagamaan lainnya dalam program penguatan moderasi beragama.
"Kerukunan modal utama pembangunan. Kemenag akan bersinergi dengan MUI dan ormas keagamaan lainnya dalam merawat kerukunan dan menguatkan moderasi beragama di Indonesia," katanya.
Sebab menurutnya, moderasi beragama adalah kunci terciptanya kerukunan.
"Moderasi beragama kunci terciptanya toleransi dan kerukunan. Ini ditandai dengan sikap cinta Tanah Air, toleransi tinggi, antikekerasan, serta akomodatif terhadap budaya lokal," ucapnya.
Dalam kepengurusan MUI baru (selengkapnya lihat grafis), sejumlah nama yang kritis terhadap pemerintah terdepak. Mereka adalah Ketua Dewan Pertimbangan MUI 2015-2020, Din Syamsuddin, serta orang-orang yang terkenal lekat dengan aksi 212 dan Habib Rizieq Shihab seperti Bachtiar Nasir, Yusuf Martak, dan Tengku Zulkarnain.
Menyikapi hal tersebut, Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin menyesalkan tergusurnya ulama-ulama yang kritis terhadap pemerintah. Seharusnya seorang ulama memang menjadi oposisi dari setiap jalannya pemerintahan.
"Tentunya kami prihatin atas tidak masuknya beberapa nama ulama yang sudah identik sebagai ulama yang istiqomah, yang mengkritisi penguasa. Padahal sejatinya ulama memang seperti itu sebagai oposisi," katanya.
Novel mengaku khawatir kepengurusan MUI pimpinan KH Miftachul Akhyar diisi oleh para ulama yang mendukung pemerintah. Sehingga nantinya akan menjadi kemunduran MUI. Sebab fatwa-fatwa yang dikeluarkan bisa diduga sebagai fatwa pesanan.
"Dan yang saya khawatirkan justru ulama yang masuk malah ulama suu' (orang yang berilmu buruk) ulama penjilat kekuasaan yang fatwanya berdasarkan pesanan penguasa bahkan cukong dan itu jelas kemunduran frontal buat MUI," kata dia.
"Dan menjadi tempat seburuk-buruknya ulama kalau sudah begitu negara ini akan runtuh terjajah oleh kebatilan dan kedzoliman," ujar Novel.
Sementara Tengku Zulkarnain yang tak lagi menjadi pengurus MUI, mengatakan hal yang biasa. Sebab harus ada regenerasi dalam organisasi.
"Kan harus ada regenerasi. Kalau saya merasa cukuplah, 10 tahun jadi wasekjen sudah cukup lama. Jadi saya pikir cukuplah, apalagi saya kan tidak dari organisasi besar awalnya, seperti MUI dan Muhammadiyah," katanya.
Dikatakannya, kini dirinya bisa lebih fokus pada kegiatan lain, seperti berdakwah hingga mengurus pesantrennya.
"Saya bisa konsentrasi ke yang lainlah, ngurus pesantren saya dan lain-lain. Terus dakwah lagi dengan jemaah tablig, bisa keliling dunia. Ini kan suatu kegembiraan besar juga bagi saya," akunya.
Namun dia meminta MUI tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak prorakyat.
"Kita berharap ke depan MUI tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak prorakyat, itu saja harapan saya," kata mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) MUI itu.(gw/fin)