Edhy Tandatangani Surat Pengunduran Diri, Luhut Diminta Atasi Perekonomian Nelayan

Sabtu 28-11-2020,11:27 WIB

JAKARTA - Edhy Prabowo telah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Dia mundur usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi perizinan ekspor benih lobster. Sekjen KKP Antam Novambar mengatakan Edhy Prabowo pun sudah menandatangani surat pengunduran dirinya dari jabatannya kepada Presiden Joko Widodo. "Surat pengunduran diri sudah ditandatangani Pak Edhy, kemarin. Surat itu ditujukan ke Bapak Presiden," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/11). Antam menyebut kini pihaknya tinggal menunggu keputusan resmi Presiden Joko Widodo. Sebab hanya Presiden yang berhak memutuskan pemberhentian seorang menteri. https://radarbanyumas.co.id/istri-edhy-prabowo-dilepas-kpk-tapi-dijamin-gak-akan-bisa-tidur-nyenyak-kok/ Sementara ini, KKP dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim. Antam menegaskan di situasi saat ini pelayanan KKP terhadap masyarakat kelautan dan perikanan tetap berjalan seperti biasa. Pegawai di pusat maupun unit pelayanan teknis (UPT) daerah tetap bekerja dan tetap beroperasi normal. "Yang pasti, layanan ke masyarakat tetap berjalan, tidak boleh kendor," ujar Antam. Menanggapi penunjukan Luhut sebagai Menteri KKP Ad Interim, Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Muh Arifuddin meminta agar pemerintah fokus pada program yang bersentuhan langsung pada kelompok rentan di pesisir. "Pak Luhut sebaiknya fokus dan memastikan belanja KKP terserap untuk mengatasi masalah ekonomi nelayan dan pembudi daya yang terdampak krisis, jangan terjebak program pencitraan yang tidak perlu," katanya dalam keterangananya. Senada diungkapkan Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan. Dia mengatakan kasus dalam perizinan ekspor benih lobster menunjukkan selama ini KKP hanya fokus kepada regulasi benih lobster dan melupakan prioritas lainnya sektor kelautan dan perikanan nasional. "Mencuatnya pidana korupsi dalam perizinan ekspor benih lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengindikasikan bahwa selama ini KKP hanya fokus pada regulasi benih lobster dan melupakan prioritas program strategis lainnya," katanya. Dia pun mengingatkan, pada masa pandemi, Presiden Jokowi berulang kali meminta menteri bekerja keras dan mencari terobosan meningkatkan perlindungan ekonomi masyarakat. Padahal KKP mempunyai peran memberikan perlindungan ekonomi kepada kelompok nelayan, pembudidaya dan pelaku usaha. "Sayangya hal tersebut gagal dijalankan secara sungguh-sungguh. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya kemampuan belanja KKP di mana sampai dengan bulan September 2020 lalu, penyerapan anggaran hanya 50,28 persen dari pagu APBN sebesar Rp5,082 triliun," kata Abdi. Kondisi ini, sangat ironis karena masyarakat kelautan dan perikanan sangat membutuhakn stimulus pemerintah. Ia mengemukakan, hal yang paling memprihatinkan adalah belanja untuk kegiatan budidaya melalui Ditjen Perikanan Budidaya hanya sebesar Rp328 miliar atau 32,24 persen dari pagu sebesar Rp1,01 triliun. "Tujuan pemerintah melakukan refocussing anggaran dengan maksud menopang ekonomi pembudidaya akhirnya gagal tercapai," katanya. Di sisi lain Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan izin ekspor benih lobster bermasalah sejak awal. "Pemberian izin ekspor benih lobster sangat-sangat bermasalah sejak dari awal, khususnya ketiadaan transparansi dan akuntabilitas," katanya. Susan mengingatkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pernah mengingatkan dalam kebijakan pemberian izin ekspor lobster ini terdapat banyak potensi kecurangan. Bahkan, ORI menyebut izin ekspor benih lobster itu bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia. "Sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian tersebut," ungkapnya. Susan mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan pengusutan lebih dalam kepada sejumlah perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster berdasarkan izin yang telah diberikan oleh Edhy Prabowo. Hal tersebut, lanjutnya, karena setidaknya telah ada sembilan perusahaan yang melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020. "Mekanisme pemberian izin ekspor bagi 9 perusahaan ini, wajib diselidiki terus oleh KPK," pintanya. Pun demikian dengan Muh Arifuddin yang berharap agar Presiden Jokowi menempatkan sosok yang bersih untuk menjabat sebagai Menteri KKP pengganti Edhy Prabowo. "Pilih figur yang bersih, mengerti masalah dan lapangan serta yang bisa bekerja cepat," kata Arif Ia juga meminta langkah KPK dalam melakukan bersih-bersih di KKP didukung, tidak hanya saat ini, tetapi juga dalam rangka menata ulang format kelembagaan dan komposisi pejabat KKP agar mencegah perilaku koruptif.(gw/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait