Edhy 'Kecapit' Lobster, KPK Tetapkan Tersangka, Luhut Jabat Menteri KKP Ad Interim

Kamis 26-11-2020,09:54 WIB

Edhy Prabowo. Foto istimewa JAKARTA - Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo 'kecapit' lobster. Dia ditangkap dan ditetapakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi perizinan ekspor benih lobster. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan pihaknya menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Selain Edhy, KPK juga menetapkan 6 orang lainnya sebagai tersangka. "KPK menetapkan total 7 orang tersangka dalam kasus ini. EP (Edhy Prabowo) sebagai penerima," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/11) malam pukul 23.45 WIB. https://radarbanyumas.co.id/jokowi-dukung-penindakan-kpk-soal-penangkapan-edhy-prabowo/ Enam tersangka lainnya adalah, Safri (SAF), Andreau Pribadi Misata (APM), Siswadi (SWD) selaku pengurus PT ACK (Aero Citra Kargo), Ainul Faqih (AF), dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima hadiah serta Direktur PT DPPP (Dua Putra Perkasa Pratama), Suharjito (SJT) sebagai pemberi suap. Edhy Prabowo dan sejumlah penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diungkapannya, Edhy dan para tersangka akan ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih selama 20 hari. Terhitung sejak 25 November 2020 hingga 14 Desember 2020. Sedangkan dua tersangka yang belum ditahan untuk menyerahkan diri kepada KPK. Mereka adalah tersangka dengan inisial APM dan AM. Dijelaskan Nawawi, pengungkapan kasus berawal dari informasi adanya dugaan terjadinya penerimaan uang oleh Penyelenggara Negara. Pada tanggal 21 November 2020. Selanjutnya pada 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi terkait hal ini. "Informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana, dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan Penyelenggara Negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," ungkapnya. Aliran dana korupsi itu berawal ketika pada 14 Mei 2020, Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Dalam surat tersebut Edhy menunjuk Staf Khususnya, Andreau Pribadi Misata (APS) selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Sedangkan wakilnya adalah Safri (SAF), yang juga stafsus Edhy. Salah satu tugas tim tersebut adalah sebagai penilai bagi perusahaan yang hendak menjadi eksportir benur. Pada awal Oktober 2020, Suharjito (SJT), Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) datang ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bertemu SAF. PT DPPP hendak menjadi eksportir benur. Untuk mengekspor benur, maka syaratnya harus melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK). PT ACK ini bertindak sebagai 'forwarder' benur dari dalam negeri ke luar negeri. "Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1800/ekor," katanya. Agar diterima sebagai eksportir benur, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564,00. Di sinilah modus rekening penampung dijalankan. PT ACK dipegang oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Amri dan Ahmad Bahtiar diduga merupakan calon yang diajukan pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja. Duit-duit dari perusahaan-perusahaan yang berminat menjadi eksportir benur kemudian masuk ke rekening PT ACK. "Atas uang yang masuk ke rekening PT ACH yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar, masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," ungkapnya. Pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih (staf istri Edhy) sebesar Rp 3,4 miliar. Dana diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya bernama Iis Rosyati Dewi, stafsus Edhy bernama Safri, dan stafsus Edhy bernama Andreau Pribadi Misata. Uang tersebut dipakai belanja-belanja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS). "Penggunaan belanja oleh EP dan IRW di Honolulu AS di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sekitar Rp 750 juta berupa Jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV (Louis Vuitton), baju Old Navy," katanya. Sebelumnya Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan ada 17 orang diamankan terkait dugaan kasus korupsi penetapan calon eksportir benih lobster. "Jumlah yang diamankan petugas KPK seluruhnya saat ini 17 orang diantaranya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (Edhy Prabowo) beserta istri (Iis Rosita Dewi) dan beberapa pejabat di KKP. Di samping itu juga beberapa orang pihak swasta," ucapnya, Rabu (25/11). Dikatakannya, 17 orang tersebut ditangkap di beberapa lokasi berbeda pada Rabu (25/11) dini hari. "KPK mengamankan sejumlah pihak di beberapa lokasi diantaranya Jakarta dan Depok, Jabar termasuk di Bandara Soekarno-Hatta sekitar jam 00.30 WIB," lanjutnya. Ali juga menyebut, KPK mengamankan kartu debit ATM terkait penangkapan Edhy Prabowo. "Turut diamankan sejumlah barang diantaranya kartu debit ATM yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi," ungkapnya Ditambahkan Ketua KPK Firli Bahuri, Edhy ditangkap terkait dugaan korupsi penetapan izin ekspor baby lobster. "Yang bersangkutan diduga terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster," katanya. Firli mengatakan Edhy ditangkap tim KPK di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang saat kembali dari Honolulu, Amerika Serikat. "Tadi malam Menteri Kelautan dan Perikanan diamankan KPK di Bandara 3 Soetta saat kembali dari Honolulu," ungkap dia. Edhy terjerat kebijakannya sendiri yang mencabut larangan ekspor benih lobster. Pada era era Susi Pudjiastuti, diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia. Namun, larangan inilah menurut Edhy banyak merugikan nelayan. Sebab banyak terjadi penyelundupan bibit lobster. Edhy pun kemudian menerbitkan Permen KP No. 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan. Menanggapi penangkapan Edhy, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mendesak KPK mengusut tuntas kasus korupsi ekspor benih lobster. "KPK harus mengusut tuntas korupsi ini sampai ke akar-akarnya. Seluruh jaringan yang terlibat perlu dibongkar dan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia," katanya. Dijelaskan Susan terkait ekspor benih lobster tidak adanya kajian ilmiah yang melibatkan Komisi Pengkajian Sumber Daya Ikan dalam penerbitan Permen KP No. 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan. Bahkan pembahasannya cenderung tertutup serta tidak melibatkan nelayan penangkap dan pembudidaya lobster. "Penetapan kebijakan ekspor benih lobster tidak mempertimbangkan kondisi sumber daya ikan Indonesia yang existing. Pada statusnya pada tahun 2017 dinyatakan dalam kondisi fully exploited dan over exploited," papar Susan. Kedua, penetapan ekspor benih lobster diikuti oleh penetapan puluhan eksportir yang terafiliasi ke sejumlah partai politik. "Nelayan hanya ditempatkan sebagai penangkap dan pembudidaya lobster atau objek pelengkap semata," katanya. Terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar dalam siaran persnya mengatakan pihaknya masih menunggu informasi dari KPK. "Kami masih menunggu informasi resmi dari pihak KPK mengenai kondisi yang sedang terjadi," ujarnya. Antam menegaskan KKP menghargai proses hukum yang sedang berjalan di lembaga antikorupsi tersebut. "Mengenai pendampingan hukum atas kasus ini, KKP akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Antam pun mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait proses hukum yang sedang berjalan. Mari kita menunggu bersama informasi resminya seperti apa. Dan biar penegak hukum bekerja secara profesional," ucapnya. Sementara Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai menteri kelautan dan perikanan Ad Interim. "Menko Luhut telah menerima surat dari Mensesneg (Pratikno) yang menyampaikan bahwa berkaitan dengan proses pemeriksaan oleh KPK terhadap Menteri KKP, maka Presiden (Joko Widodo) berkenan menunjuk Menko Maritim dan Investasi sebagai Menteri KKP ad interim," ujar Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi. Sebelumnya, informasi penunjukkan Luhut sebagai Menteri KKP Ad Interim diketahui dari Surat Edaran Nomor: B-835/SJ/XI/2020 yang ditandatangani Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar pada Rabu (25/11/2020). Surat itu ditujukan kepada eselon I hingga segenap pegawai di lingkungan KKP. "Dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi KKP, maka Menteri Sekretaris Negara (Pratikno) telah mengeluarkan surat penunjukkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan) sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim," demikian bunyi poin keenam dalam SE tersebut.(gw/fin) grafis Edhy Prabowo Lahir: 24 Desember 1972 Jabatan: Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf Mulai Menjabat: 23 Oktober 2019 Jabatan Partai Gerindra: Wakil Ketua Umum Bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional DPP Ditangkap KPK: Rabu, 25 November 2020 pukul 00.30 WIB di Banadara Soekarno-Hatta sepulang dari Amerika. Dijadikan Tersangka: Rabu, 25 November pukul 23.45 WIB Kasus: Terima hadiah terkait perizinan ekspor benih lobster Kebijakan Kontroversi 1. Ekspor benih lobster yang semula dilarang oleh menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti, kini dibuka oleh Menteri Edhy. Alasan: karena banyak nelayan yang bergantung pada benih lobster 2. Hapus kebijakan penenggelaman kapal maling ikan ilegal. Alasan: kapal-kapal tersebut digunakan kembali oleh nelayan atau sekolah perikanan yang membutuhkan. 3. Mencabut larangan penggunaan cantrang Alasan: Semua alat tangkap sama saja yang penting sesuai aturan. 4. Pencabutan batasan ukuran kapal. Alasan: Kapal besar tak akan mengganggu nelayan kecil. Sebab, jalur untuk penangkap ikan sudah diatur. Nelayan dengan ukuran kapal yang besar tidak boleh masuk ke dalam. Jumlah Harta Total kekayaan Rp 7,42 miliar (Berdasarkan LHKPN pada 2019) Tanah dan bangunan: Rp 4,34 miliar. -Tanah seluas 104.307 meter persegi di Kabupaten Muara Enim, Sumsel Rp 1,93 miliar. - Tanah dan bangunan seluas 462 meter persegi di Bandung, Jabar Rp 1,35 miliar - Tanah di Bandung Barat senilai Rp 659 juta - Tanah dan bangunan di Bandung Barat senilai Rp 400 juta. Alat Transportasi: Rp 890 juta - Motor Yamaha RX King senilai Rp 4 juta - Honda Beat Rp 6 juta - Mobil Mitsubishi Pajero Sport tahun 2011 Rp 270 juta. - Mobil Mitsubishi Pajero Sport tahun 2017 senilai Rp 500 juta - Sepeda BMC senilai Rp 65 juta - Honda Genset Rp 45 juta Harta bergerak: Rp 1,92 miliar Kas atau setara kas: Rp 256 juta

Tags :
Kategori :

Terkait