Perbaikan Tanggul Cikawung Terus Dikebut

Senin 05-12-2016,07:11 WIB

Mujur Masih Dikepung Banjir BPBD Bangun Komunikasi Desa Bencana CILACAP-Perbaikan tanggul jebol pasca banjir yang melanda empat desa di Kecamatan Majenang, dilakukan hampir serempak. Titik yang menjadi perhatian luas adalah tanggul sungai Cikawung di Desa Karangreja. Perbaikan di sana menggunakan alat berat dan dibantu warga serta aparat gabungan. Seperti yang dilaporkan petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Minggu (4/12) kemarin. Perbaikan tanggul disana melibatkan tenaga manusia meski daerahnya sulit dijangkau. Kegiatan kemarin berhasil menutup tanggul sepanjang 30 m dari 50 m yang jebol. Petugas melaporkan kerja bakti akan dilanjutkan hari ini. Kegiatan serupa juga dilakukan warga Desa Cilopadang, Pahonjean dan Mulyadadi. Masing-masing memperbaiki tanggul sungai Cilumuh dan Cijalu yang meluap 2 pekan lalu. Demikian juga dengan warga Desa Padangsari. "Warga masih kerja bakti meninggikan tanggul di bawah bendung (Cijalu)," ujar Kepala Desa Pahonjean, Suyoto, akhir pekan kemarin. Dia memastikan, perbaikan tanggul akan terus dilakukan warga sampai dianggap aman. Langkah tersebut untuk menghindari banjir susulan meningat saat ini masih kerap terjadi hujan. Selain itu, musim penghujan diperkirakan juga belum mencapai puncak dan baru akan terjadi pada Desember atau Januari mendatang. "Perbaikan dilakukan sampai tanggul aman," ujarnya. Sementara itu, perangkat Kepala Desa Mulyasari, Tohari memastikan seluruh pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing. Air di pekarangan juga sudah surut. Genangan kini tinggal di persawahan warga Dusun Rejasari. "Pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing," ujarnya. Meski banjir sudah, bantuan dari sejumlah pihak sampai akhir pekan kemarin masih terus mengalir. Terakhir, warga dan pengurus MWC NU Majenang membagikan 330 paket sembako berisi beras, minyak, ikan dalam kemasan, kecap dan mie instan. Selain itu, pengurus juga menyalurkan sejumlah peralatan dapur bagi warga korban banjir. Paket sembako ini dibagikan untuk warga Desa Mulyadadi, Mulyasari, Pahonjean, Cilopadang dan Padangsari. "Bantuan ini berasal dari siswa sekolah, jamaah dan pengurus NU Majenang," ujar Ketua MWC NU Majenang, KH Musbihin. Sementara itu, Sistem komunikasi antar kepala desa di Kecamatan Majenang dan sekitarnya, perlu dibangun. Jejaring ini diharapkan mampu membagikan informasi terkait ancaman banjir yang kerap melanda Kecamatan Majenang, Cimanggu dan Wanareja. Salah satu informasi yang bisa dibagikan adalah kondisi cuaca dan ketinggian sungai dari hulu hingga hilir. "Mungkin komunikasi inten ini perlu dibangun," ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Tri Kumara melalui Kepala UPT BPBD Majenang, Edi Sapto Prihono, akhir pekan kemarin. Dia mengatakan, sistim informasi ini pernah ada pada beberapa tahun lalu. Hanya saja, saat ini sistim informasi ini baru terbangun antar beberapa desa saja. Sebut saja empat desa di Kecamatan Majenang yang memang rawan banjir. Keempat desa itu adalah Pahonjean, Mulyasari, Mulyadadi dan Padangsari. Empat Kepala desa (kades) di tempat itu kerap berkomunikasi inten dengan kades di Kecamatan Wanareja yang berada di Palujantung, yakni Desa Palugon, Jambu dan Cigintung. Semua kades memanfaatkan pesan singkat untuk berbagi informasi terkait kerawanan bencana. "Kabarnya dulu pernah ada. Jadi kades di atas selalu kirim sms jika hujan turun agar yang dibawah bisa siap-siap," ujarnya. Dan dengan perkembangan telepon genggam, maka sistim komunikasi ini bisa sangat mungkin dihidupkan kembali. Misalnya dengan membentuk grup kades melalui fasilitas di telepon seluler. Dengan demikian, informasi sekecil apapun bisa segera di sebarkan dan diketahui seluruh anggota grup. Jika memang ada ancaman, tentu langkah antisipatif bisa segera dilakukan. Dalam kesempatan terpisah, Kepala UPT Dinas Peternakan dan Pertanian (Dispertanak) Majenang, Darta Mulyana mengatakan, sejumlah warga 4 desa di Kecamatan Majenang sudah bisa memprediksi datangnya banjir. Ini berdasarkan perhitungan kecepatan air yang keluar dari sungai Cikawung. Warga juga memperhitungkan jarak antara tanggul jebol dengan wilayah mereka. "Misal warga di (Dusun) Bojongjati (Desa Mulyadadi) atau warga Rejasari (Mulyasari). Mereka bisa memprediksi kapan air banjir akan datang. Misal jam empat pagi kalau banjir di (sungai) Cikawung malam hari," katanya. Hanya saja, sistim komunikasi berbasis telepon genggam ini mengalami kendala. Salah satunya adalah jaringan telepon seluler yang belu menjangkau pelosok desa. Parahnya lagi, desa tanpa sinyal telepon itu justru merupakan wilayah rawan bencana tanah longsor. Sebut saja Desa Jambu di Kecamatan Wanareja. Desa ini sejak pertama kali muncul tekhnologi telepon genggam hingga sekarang, belum terjangkau oleh penyedia jasa layanan. Akibatnya, pemerintah Kecamatan Wanareja kerap mengalami kesulitan dalam kecepatan pengiriman laporan bencana. Penyebabnya laporan dari desa harus dilakukan secara manual. "Desa Jambu tidak ada sinyal hp jadi sulit untuk kecepatan laporan terutama bencana," kata Camat Wanareja, Bintang Dwi Cahyo. Dari Kroya dilaporkan, hujan yang terus turun membuat banjir di Desa Mujur Kecamatan Kroya masih tinggi. Bahkan sejumlah rumah hingga kini juga masih ada yang tergenang meski sudah sedikit surut. Menurut keterangan warga, sudah hampir seminggu jalan-jalan desa dan rumah warga masih digenangi air. Bahkan air terus mengalami pasang surut. Jika tidak hujan air akan perlahan surut namun akan bertambah mana kala hujan turun kembali. Salah seorang warga Ahmad Sungaidi (43) kepada Radarmas menjelaskan untuk rumah warga yang kemasukan air memang memprihatinkan. Sebab jika warga mengamati, hanya di Mujur air tergenang berhari-hari. “Kalau banjir di tempat lain, kalau sudah surut yang sudah tapi kalau di sini, surut sedikit hujan datang lagi air naik lagi. Sebab air genangan yang bertahannya cukup lama,”kata dia. Dia menjelaskan jika banjir Mujur merupakan banjir tahunan yang selalu datang akibat sulitnya air mengalir ke hilir sungai yang bermuara di laut selatan. Seharusnya hal itu yang harus dicarikan solusi. “Rasanya kehadiran Gubernur kemarin juga tak merubah apa-apa dari ribuan asa warga Mujur yang ingin terbebas dari banjir,” ujar dia. Karena itu dia pun berharap persoalan banjir ujur harus menjadi perhatian serius pihak-pihak yang sudah menjanikan proyek pengendalian banjir 700 miliar. Jika tidak berhasil maka perlu dipertanyakan dana sebesar itu untuk apa. “Kalau melihat anggarannya memang sangat fantastis namun hasilnya sekarang saja belum bisa dilihat, sebab desa kami masih dikepung banjir,”tandas dia. Sementara itu menurut warga lainnya Suratman menceritakan jika banjir di desanya memang sudah ratusan tahun yang lalu. Sebab saat dia masih kecil desanya juga sudah sering kebanjiran. “Tapi dulu banjirnya tidak lama. tidak seperti sekarang kalau banjor kok genangannya cukup lama. Padahal sekarang sudah banyak ahli dan dananya sangat besar,”sindir dia. Terpisah Kepala Desa Mujur Sugeng Hadi Hudoyo hanya bisa pasrah dan meminta warganya berhati-hati disaat musim hujan seperti ini. Sebaba usahanya untuk membebaskan desa mujur dari banjir ternyata belum berhasil. “Saya juga kemarin berharap persoalan banjir di Mujur bisa kelar namun ternyata juga harapannya masih tipis,”kata dia singkat.(yan)

Tags :
Kategori :

Terkait