Konferensi pers, Selasa (27/10). Foto Istimewa
JAKARTA - Polda metro Jaya menangkap 11 pelajar penyebar hasutan melalui media sosial serta terlibat bentrokan dengan petugas dalam unjuk rasa menolak Omnibus Law pada 8 dan 13 Oktober 2020. Meski berstatus pelajar, mereka tetap akan dipidana.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sudjana mengatakan anak di bawah umur tetap bisa dipidana dengan aturan tertentu. Mereka ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka pasal 212 KHUP tentang perlawanan kepada petugas, Pasal 218 KUHP tentang larangan berkumpul dan Pasal 170 KUHP tentang perlawanan kepada petugas dan dan 406 KUHP tentang perusakan.
"Selama ini bahwa ada beberapa masyarakat yang menyampaikan anak-anak itu tidak bisa dipidana. Sebenarnya tidak demikian, hal ini kita mengacu pada Undang-Undang Praperadilan Anak," terang Nana saat konferensi pers, Selasa (27/10).
https://radarbanyumas.co.id/polri-pemicu-anarkis-ternyata-provokatornya-3-pelajar-jadi-admin-facebook-dan-instagram/
Menurutnya, anak-anak di bawah 18 tahun atau di bawah umur tidak bisa ditahan ketika ancaman hukuman di bawah 7 tahun sesuai Undang Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Tetapi ketika yang mereka lakukan ancamannya di atas 7 tahun maka mereka bisa dilakukan penyidikan atau penahanan sesuai aturan yang berlaku," katanya.
Meski demikian, dalam prosesnya, penanganan anak di bawah umur dengan orang dewasa jelas berbeda. Salah satunya terkait proses penahanan dan penyidikan, orang dewasa dikenakan 20 hari dengan perpanjangan 20 hari lagi. Namun khusus anak di bawah umur dikenakan 7 hari dengan perpanjang 8 hari.
"Jadi anak-anak yang sudah melakukan tindak pelanggaran hukum dengan ancaman di atas 7 tahun bisa dipidana tetapi dengan aturan khusus," jelasnya.
Dikatakan Nana, pada demo anarkis 8 dan 13 Oktober, pihaknya mengamankan 2.667 orang yang 70 persen diantaranya pelajar dari Bogor, Subang, Jakarta, Bekasi, Tangerang, maupun Cilegon.
"Dari 2.667 orang itu kemudian ada 143 tersangka dan 67 orang ditahan," katanya.
Disebutkannya, ada 2 kelompok dari 67 orang yang telah ditahan. Yakni, pelaku lapangan dan penghasut.
"Kemudian dari 67 tersangka yang ditahan, saya kelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu yang pertama kelompok pelaku lapangan yaitu yang melempar, merusak, membakar di beberapa TKP seperti di ESDM dan beberapa fasilitas umum yaitu halte busway, pos polisi," jelasnya.
Lalu, untuk kelompok berikutnya yaitu kelompok yang untuk menghasut sejumlah orang melakukan kerusuhan atau anarkis saat mengikuti aksi unjuk rasa.
"Kelompok 2, pelaku yang menggerakkan, dimana kelompok yang menghasut, memposting, kemudian menyebarkan dan mengajak demo rusuh melalui media sosial dan melalui ajakan langsung," ungkapnya.
Selain itu, Nana juga menyebut, satu orang tersangka yaitu FN merupakan pelajar yang diduga sebagai admin akun instagram @panjang.umur.perlawanan dan memiliki keterkaitan dengan kelompok admin anarko.
"Di sini kami sudah menangkap admin dari akun Instagram panjang umur perlawanan yang ini merupakan admin kelompok anarko. Atas nama inisial FN 17 tahun yang masih pelajar," katanya.
Atas hal itu, Nana menyampaikan polisi terus melakukan pengembangan serta mendalami baik dari kelompok pelajar dan anarko guna mencari siapa oknum yang penggeraknya.
"Kaitannya antara pelajar dengan kelompok anarko. Kalau kita lihat kelompok Facebook STM Sejabodetabek hampir mirip perilaku yang mereka lakukan. Jadi isinya hasutan untuk demo anarkis, demo rusuh," katanya.
"Atas hal ini, kami akan mendalami keterkaitan antara kelompok pelajar dan anarko ini. Untuk mengungkap siapa penggerak dan kami akan terus lakukan pengejaran terhadap mereka ini. Untuk pengungkapan jaringan demo anarkis yang terjadi beberapa waktu lalu," pungkasnya.
Ditambahkan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus penangkapan 11 pelajar penghasut demo rusuh berawal dari pengembangan dari 143 tersangka. Penyidik memeriksa handphone tersangka satu per satu ditemukan sebuah WhatsApp 'Omnibus Law Jakarta Timur'.
"Semua total 11 orang yang kita amankan terdiri dari 10 tersangka satu rangkaian terkait STM Se-Jabodetabek. Sementara yang satu adalah anarko yang menghasut memakai Instagram, dia juga anak STM, tetapi masuk ke Anarko," katanya.
Mereka yang diringkus yakni DS (17) anggota grup WA Dewan Penyusah Rakyat dan melempari petugas dengan batu, kemudian AH (16) dan MNI (15) anggota WAG Ruang Guru, AS (15), FIQ (16), FSR (15), dan AP (15) anggota WAG Omnibus Law Jakarta Timur. Sedangkan MA (15), AP (15) yang mengajak anggota grup WA STM Sejabodetabek membawa petasan.
Selanjutnya tersangka K (18) yang ditangkap atas perannya membuat grup WhatsApp STM Sejabodetabek dan melakukan perlawanan kepada petugas, serta MAR (16) yang menjadi admin grup WhatsApp STM Sejabodetabek dan turut melakukan perlawanan kepada petugas.
Dijelaskannya, pengungkapan dimulai dengan menelusuri grup-grup di WhatsApp Grup 'Omnibus law', Grup WhatsApp 'STM Sejabodetabek' dan Grup Facebook 'STM Se-Jabodetabek'.
"Mereka memposting foto untuk mengajak anarkis," katanya.(gw/fin)