PERIKSA : Petugas dari Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan sampel makanan di Pasar Kutasari, kemarin. (ADITYA/RADARMAS)
- Toko Jual Bebas Obat Daftar G
- BKIPM Uji Sampel Ikan
PURBALINGGA - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Purbalingga mengamankan puluhan obat daftar G, yang dijual bebas di salah satu kios di Pasar Kutasari pada Senin (20/5). Selain itu juga ditemukan delapan sampel makanan yang menggunakan zat berbahaya, yakni Rhodamin B, Boraks dan Formalin.
Sejumlah temuan didapatkan saat Pemeriksaan Makanan dan Minuman di Bulan Ramadan dan Menjelang Idul Fitri 1440 H di Pasar Kutasari. Kabid Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kabupaten Purbalingga dr Jusi Febrianto menjelaskan, pihaknya meemukan 70 tablet Fimestan Forte di salah satu kios.
"Obat tersebut merupakan asam mefenamat 500 mg dengan logo K berlingkaran merah, yang seharusnya tidak dijual bebas melainkan harus dijual di apotek dengan resep dokter," jelasnya.
Dari pemeriksaan ke beberapa kios di Pasar Kutasari, pihaknya juga menemukan obat-obatan berlogo lingkaran biru. Menurutnya, obat dengan lingkaran biru seharusnya tidak dijual bebas di pasar. Melainkan di toko-toko obat ataupun apotek.
Selain obat, Jusi dan jajarannya juga menemukan adanya makanan yang kemasannya sudah rusak. Oleh karena itu, dia mengimbau kepada pedagang agar produk makanan yang sudah rusak untuk tidak dijual lagi dan tidak dipasang pada etalase.
“Atau kalau memang masih bisa dikembalikan ke sales atau distributornya lebih baik dikembalikan dan minta yang kemasan dan tanggal kadaluarsanya masih bagus,” katanya.
Dinkes juga mengambil 27 sampel makanan yang diduga mengandung Rhodamin B, formalin dan boraks. "Delapan sampel diantaranya positif mengandung formalin, Rhodamin atau pewarna tekstil dan boraks,” katanya.
Makanan yang positif mengandung Rhodamin B adalah jipang berwarna merah, tempura, agar-agar atau jelly merah, kerupuk bintang, cendol merah dan jenang tape. Selain mengandung Rhodamin B, tempura yang diambil sampelnya juga positif mengandung boraks. “Sedangkan yang mengandung formalin adalah teri nasi,” imbuhnya.
Dari hasil pembinaan ke pedagang yang bersangkutan produk makanan yang mengandung Rhodamin B kebanyakan berasal dari luar Purbalingga. Tempura yang positif mengandung Rhodamin B dan boraks berasal dari Sidoarjo Jawa Timur.
Sedangkan, untuk makanan yang lainnya pedagang mengaku mengambil dagangannya dari Pasar Segamas Purbalingga. “Untuk cendol setelah ditanyakan ke penjualnya ternyata buatan Karangreja,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk cendol yang merupakan buatan asli Karangreja akan segera dilakukan pembinaan ke lokasi pembuatan. Pihaknya akan menerjunkan beberapa tim untuk mengecek langsung ke lokasi pembuatan. Serta meminta kepada produsen agar tidak memproduksi menggunakan bahan pewarna tekstil yang akan membahayakan kesehatan.
Sementara itu, kabar beredarnya cumi kering berformalin di Kabupaten Purbalingga ditanggapi serius Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Semarang. BKIPM Semarang selaku otoritas kompeten di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan menggandeng Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan dan Dinas Kesehatan, dalam monitoring produk cumi kering berformalin yang dijual di sejumlah pasar di Purbalingga.
“BKIPM Semarang sudah menerjunkan tim untuk melakukan koordinasi dengan DKPP dan Dinkes Purbalingga, untuk melakukan pengambilan sampel ikan dan cumi kering di Pasar Hartono dan Pasar Segamas,” kata Neni, Analis Mutu pada BKIPM Semarang saat dihubungi Senin (20/5).
Sampel ikan kering yang diambil di Pasar Hartono meliputi teri jengki, belahan bloso, pedo, cumi kering, teri nasi, dan kemaron. Sedangkan sampel yang diambil di Pasar Segamas yakni pedo merah, teri nasi, ebi, pedo kering dan jambal aroma.
“Sampel ikan kering dari dua pasar di Purbalingga tadi selanjutnya dilakukan pengujian kandungan formalin di laboratorium BKIPM Semarang,” imbuh Neni.
Dari hasil uji laboratorium, seluruh sampel ikan kering yang didapatkan seluruhnya positif mengandung formalin.
Menurutnya, formalin seringkali digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengawetkan makanan. Pengawetan ini dilakukan agar makanan tidak mudah busuk dan memiliki tekstur yang kenyal dan tidak mudah hancur.
“Namun apabila dikonsumsi secara terus menerus akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi kesehatan,” ujar Neni.
Tindak lanjut dari hasil uji laboratorium terhadap sampel ikan kering yang positif mengandung formalin BKIPM mengambil beberapa langkah. Diantaranya melakukan koordinasi dengan DKPP dan Dinkes Purbalingga.
“Selanjutnya kami akan melakukan monitoring terpadu terkait mutu dan keamanan produk perikanan di Pasar Tradisional yang ada di Purbalingga,” lanjutnya. (tya/nif/sus)