Jaksa Pinangki Sirna Malasari
JAKARTA - Bareskrim Polri berencana akan memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Untuk keperluan itu, polisi telah meminta izin kepada Kejaksaan Agung. Pinangki bakal dimintai keterangan terkait dugaan aliran dana terkait pengurusan pencabutan Red Notice Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen alias Joker.
"Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo melalui Direktur Tipikor Bareskrim Polri telah bersurat ke Kepala Kejaksaan Agung. Isinya meminta izin untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jaksa PSM," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Jakarta, Rabu (26/8).
Menurutnya, penyidik masih terus mengembangkan penyidikan guna mendalami pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana terkait pengurusan pencabutan red notice. "Jadi dalam hal ini, penyidik masih melakukan penyelidikan. Permintaan izin memeriksa jaksa PSM ini sifatnya klarifikasi terkait informasi yang diterima penyidik," imbuhnya.
Namun, Mabes Polri belum bisa menginformasikan kapan penyidik akan memeriksa Pinangki. "Klarifikasi ini semacam interview, mencari kesesuaian terkait dengan data-data yang diterima penyidik. Cuma skalanya masih penyelidikan, belum penyidikan," tuturnya.
Sebelumnya, Djoko Soegiarto Tjandra telah diperiksa dalam kasus dugaan gratifikasi pengurusan pencabutan red notice pada Senin (24/8) lalu. Pada Selasa (25/8), Tommy Sumardi, Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte juga diperiksa dalam kasus yang sama.
https://radarbanyumas.co.id/joker-akui-suap-2-jenderal/
Dalam kasus dugaan gratifikasi pengurusan pencabutan red notice, polisi telah memeriksa 16 saksi dan satu ahli hukum pidana. Baik Tommy Sumardi, Prasetijo Utomo dan Napoleon Bonaparte mengakui menerima aliran dana tersebut. "Kami pastikan mereka menerima aliran dana itu. Ini berdasarkan pengakuan para tersangka," terang mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.
Menurut Awi, ketiganya menjalani pemeriksaan hampir 12 jam. Awi tidak menyebutkan jumlah uang yang diberikan Joko Tjandra kepada ketiga tersangka untuk mengurus penghapusan red notice. ? "Nominalnya tentu sudah masuk ke materi penyidikan, saya tidak bisa sampaikan. Nanti akan dibuka di pengadilan," tukasnya.
Joko Tjandra sendiri juga mengaku telah menyerahkan sejumlah uang untuk ketiga tersangka. Terkait uang yang diterima para tersangka ini akan dikonfrontasi dengan alat bukti lainnya.
"Kalau itu berupa transfer atau cash and carry, tentunya nanti semuanya akan didalami oleh penyidik. Hal itu akan dibuka semuanya di pengadilan. Kami sudah lakukan pemeriksaan dan mereka telah mengakui menerima uang tersebut," ucap Awi.
Joko Tjandra dan Tommy Sumardi diduga berperan sebagai pemberi suap. , Sedangkan Brigjen Pol Prasetijo dan Irjen Pol Napoleon menjadi penerima suap.
Usai diperiksa, polisi tidak menahan Tommy Sumardi dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte. "Perlu kami sampaikan sesuai kewenangan penyidik untuk tersangka TS (Tommy Sumardi) dan tersangka NB (Napoleon Bonaparte) tidak dilakukan penahanan," tegas Awi.
Dia memastikan soal ditahan atau tidak, merupakan hak prerogatif penyidik.
"Itu hak prerogatif penyidik terkait dengan syarat subjektif maupun objektif penahanan," lanjut Awi.
Selain Tommy dan Napoleon, Polri juga memeriksa Brigjen Pol Prasetijo Utomo terkait surat jalan palsu. Prasetijo sendiri telah ditahan di Rutan Bareskrim. "Dari keterangan penyidik selama pemeriksaan kedua tersangka (Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi, Red) termasuk yang satunya lagi (Brigjen Prasetijo, Red) kooperatif," urainya.
Irjen Pol Napoleon Bonaparte usai diperiksa enggan berkomentar. Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri ini memilih justru menyerahkan kepada kuasa hukumnya. "Saya sudah memberikan kuasa kepada penasihat hukum. Jadi silakan ke beliau saja," ujar Napoleon.
Alumnus Akpol tahun 1988 ini hanya dirinya dicecar 70 pertanyaan oleh penyidik. Sementara itu, kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka, meminta awak media tidak memberitakan kliennya secara bombastis. "Teman-teman jangan menganggap kasus ini terlalu bombastis. Kasihan Pak Napoleon," jelas Gunawan.
Menurutnya, pemberitaan yang beredar selama ini tentang Napoleon tidak benar. Dia menyebut informasi yang selama ini beredar bertolak belakang dengan fakta sebenarnya. "Mungkin Juli-Agustus itu beritanya kadiv tidak punya kewenangan menghapus red notice. Tapi di berita, Napoleon Bonaparte menghapus red notice Joko Tjandra. Itu berita yang bertolak belakang," papar Gunawan.(rh/fin)