Permen Davos - Permen Legendaris Buatan Purbalingga Diproduksi 1931, bisa Ditemui di Amerika hingga Eropa!

Rabu 24-08-2016,13:39 WIB

Siapa yang tak kenal dengan permen Davos. Permen rasa mint produksi Purbalingga ini sudah kondang sejak 85 tahun silam. Bertahan hingga puluhan tahun, tak hanya dinikmati warga Purbalingga tetapi sudah terkenal hingga ke luar negeri. Bagaimanakah sejarah permen yang diproduksi di Jalan Jenderal A Yani Nomor 67, Kelurahan Kandanggampang, Kecamatan Purbalingga ini? ADITYA WISNU WARDANA, Purbalingga Hampir semua generasi sejak zaman penjajahan Belanda hingga era selfie saat ini, pernah merasakan permen mint berbentuk tablet putih dan dibungkus kertas warna biru tua. Tak hanya varian permen yang dibungkus kertas warna biru tua dengan tulisan Davos berwarna putih, permen mint yang diproduksi PT Slamet Langgeng Purbalingga ini juga memproduksi permen yang dikemas dengan kertas karton berwarna hijau. Keduanya hingga saat ini masih digemari masyarakat. Berdasarkan catatan sejarah, perusahaan PT Slamet Langgeng Purbalingga didirikan oleh Siem Kie Djian pada 28 Desember 1931. "Dulu hanya sebuah perusahaan kecil yang menggunakan satu mesin untuk mencetak permen. Permen yang diproduksi masih satu-satu, karena mesinnya yang sangat sederhana," kata cucu menantu Siem Kie Djian, Iing Tedjo. Dia mengungkapkan, mesin cetakan permen dibeli oleh kakeknya dari Belanda. Selain mendapatkan mesin pencetak permen, Siem Kie Djian menurutnya, juga mendapatkan bonus resep membuat permen. Dari resep itulah, awal mulai dibuatnya permen Davos. "Nama Davos merupakan nama satu kota di Swiss, daerah yang banyak terdapat salju dan berhawa sangat sejuk," imbuhnya. Saat awal memproduksi permen mint, pemasaran yang dilakukan masih sangat sederhana. Yakni berkeliling menggunakan gerobak sapi dari Purbalingga ke Purwokerto, Ajibarang, Cilacap hingga Kroya. Pulangnya membawa gula dari pabrik di Maos, sebagai bahan dasar utama pembuatan permen Davos. Seiring waktu, usaha yang dirintis Siem Kie Djian semakin maju. Tak hanya permen, PT Slamet Langgeng juga memproduksi minuman ringan limun sejak 20 Maret 1933. Hingga 1937, perusahaan berkembang pesat dan pemasaran semakin luas. Unit produksi baru yaitu biskuit ditambah pada 20 Februari 1937. Namun PT Slamet Langgeng sempat mengalami masa surut, yakni pada masa penjajahan Jepang pada 1942. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perusahaan ini kembali bangkit. Siem Kie Djian dibantu stafnya, Gunawan Budihardjo Tedjoharsono dan Budi Winarno, roda perusahaan kembali berputar dengan cepat. Kapasitas produksinya semakin bertambah karena banyaknya permintaan. Sepeninggal Siem tahun 1961, perusahaan dipegang oleh Siem Tjong An, anak dari Siem Kie Djian. Enam tahun berikutnya yakni 1967, perusahaan beralih pimpinan ke Toni Siswanto Hardi dan Corrie Simadibrata, menantu dan anak Siem Kie Djian. Sejak 1985, PT Langgeng Slamet dipimpin oleh generasi ketiga pendiri perusahaan yakni Budi Handojo Hardi. Ia dibantu istrinya, Iing Tedjo dan dua anaknya Sonia Hardi dan Nicodemus Hardi, serta keponakannya Manuela. Berbagai kendala dihadapi oleh perusahaan, seperti kurangnya bahan baku. Hingga dari tiga unit produksi, biskuit dan limun berhenti produksi pada tahun 70an. Praktis hanya unit produksi permen yang masih bertahan hingga saat ini. Perusahaan terus berusaha menambah produksi dan bisa bertahan dengan baik. Sayangnya memasuki tahun 2000, produksi turun hingga tahun 2007. "Penyebabnya tenaga pemasaran yang sudah tua dan hanya menyetok di toko-toko yang sudah biasa. Nah mulai 2007, kami mencoba bangkit lagi dengan menggunakan tenaga muda dan sistem pemasaran yang baru. Sekarang ada distributor. Dari saat itu omzet terus merangkak," lanjut Iing tanpa bersedia menyebutkan berapa omzetnya. Kesetiaan memproduksi permen Davos didukung oleh para pekerja yang juga setia. Sebagian besar karyawan adalah anak cucu dari karyawan yang sebelumnya juga bekerja untuk pendiri perusahaan. Perusahaan juga tetap mempertahankan jati diri permen Davos roll, baik bentuk, kemasan, kualitas dan rasa. Dari segi bentuk, permen Davos berupa tablet warna putih dengan diameter 22 milimeter. Sedangkan dari segi kualitas dan rasa, permen ini tetap murni menggunakan 98 persen gula pasir asli dan sisanya mentol serta zat pengikat. “Kami tidak pernah pakai zat pengawet dan pemanis buatan. Sehingga permen ini bisa bertahan 1,5 tahun hingga 2 tahun,” katanya. "Inovasi juga tetap dilakukan. Satu dekade lebih ke belakang, kami juga memproduksi permen dengan kemasan pillowpack. Walau tetap kemasan roll masih menjadi primadona," imbuhnya. Pemasaran permen Davos saat ini masih di wilayah Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Barat dan Jakarta. Namun permen legendaris ini juga sering ditemukan hingga Lampung, Kalimantan, dan Bali. Bahkan ada yang menemukan di Amerika Serikat, Belanda dan negara Eropa lainnya. "Saya tidak tahu permen itu bisa sampai sana. Mungkin mereka mengambil barang dari toko-toko yang biasa kami kirim," pungkas Iing. (*/sus)

Tags :
Kategori :

Terkait