SIDANG: Terdakwa menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Banyumas. FIJRI/RADARMAS
BANYUMAS - Terdakwa Mario Suseno alias Sinyo tetap bersikukuh pada pendapatnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banyumas. Terdakwa mempertahankan bahwa terdapat perbedaan makna antara induk dan ekor.
Dua kata tersebut bagi terdakwa krusial. Sebab, menyangkut banyak hal terkait dengan perkara yang menyeretnya ke meja hijau.
Terdakwa menjalani persidangan dengan dakwaan tidak memiliki ijin lingkungan atas usaha peternakan ayam petelur. Usaha tersebut sejak 2009 di Desa Limpakuwus, Sumbang.
https://radarbanyumas.co.id/gelar-aksi-puluhan-pekerja-kandang-ayam-di-limpakuwus-protes-pemilik-sebut-dimintai-uang-rp-90-juta-oknum-kepolisian/
"Saya memiliki 15 ribu ekor ayam yang bertelur. Apakah kalimat tersebut sama dengan saya memiliki 15 ribu induk?" tanya terdakwa pada saksi ahli dalam persidangan, Rabu (3/2).
Terdakwa merujuk pada Peraturan Bupati Banyumas Nomor 35 Tahun 2016. Tentang adanya perbedaan penyebutan induk dan ekor ayam untuk jenis-jenis ayam. Misalnya, ayam petelur dan ayam pedaging.
Dr. Kartono, saksi ahli yang didatangkan oleh Jaksa Penuntut Umum Sujadi menyatakan bahwa kalimat yang ditanyakan oleh terdakwa bermakna sama. Sebab bahasa hukum berlaku untuk umum. Sehingga, dikemudian hari tidak menjadi perdebatan.
Tak puas atas pernyataan saksi ahli, terdakwa memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyumas yang diketuai Abdullah Mahrus dengan anggota Agus Cakra Nugraha dan Suryo Negoro.
"Mohon untuk bisa mendatangkan saksi ahli, profesor peternakan membahas secara detail tentang induk dan ekor ayam. Ada silsilah untuk ayam," tegas terdakwa.
Melalui penjabaran silsilah ayam pada persidangan selanjutnya. Menurut terdakwa akan menjadi titik terang untuk perkaranya. (fij)