KPK Buru Harun Masiku

Minggu 12-01-2020,12:40 WIB

Harun Masiku JAKARTA - KPK masih terus memburu keberadaan Harun Masiku terkait kasus suap yang melibatkan mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. Kader PDIP dari daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I itu diminta menyerahkan diri. Namun, Harun masih belum diketahui jejaknya. KPK berencana mengajukan surat ke Ditjen Imigrasi untuk mencekal Harun kabur ke luar negeri. "KPK terus mencari tersangka HAR. Yang bersangkutan harap segera menyerahkan diri. Kepada pihak lain yang terkait dengan perkara ini, kami mohon bersikap kooperatif. Terlebih apabila keterangannya dibutuhkan penyidik dalam memproses hukum perkara ini. Bersikap kooperatif kepada KPK tidak hanya akan membantu penyidik, tetapi juga akan memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk menjelaskan terkait perkara tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (11/1), kemarin. Karena itu, dalam waktu dekat KPK akan segera mengajukan surat ke Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM untuk melakukan cekal (cegah dan tangkal, Red) kepada Harun. KPK khawatir Harun akan kabur ke luar negeri. "Sesuai kewenangan KPK dalam UU, kami akan segera dilakukan dalam waktu dekat," jelas Ali. Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Supardji Ahmad menantang KPK memanggil Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Menurutnya, hal itu untuk menunjukkan keseriusan KPK mengungkap kasus tersebut. "KPK sudah menangkap tiga orang. Kemudian menetapkan empat tersangka. Namun, mau masuk ke gedung atau kantor partai tertentu kok nggak bisa. Jadi kalau hanya berhenti di situ saja, orang bisa tidak percaya pada KPK. Kecuali setelah ini KPK memanggil orang-orang, yang tersebut dalam perkara tersebut. Yang paling banyak disebut adalah Sekjen DPP PDIP," ," kata Supardji dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (11/1) kemarin. Pemanggilan tersebut, lanjutnya, untuk menghindari fitnah dan spekulasi terhadap Hasto. Sebelumnya, Hasto disebut-sebut diisukan terlibat dalam kasus suap yang diduga meloloskan caleg PDIP Harun Masiku terkait pergantian antar waktu (PAW) di DPR RI. Menanggapi tudingan itu, Hasto dengan tegas membantahnya. "Ini penting agar tidak melebar menjadi fitnah. Hindari berbagai macam spekulasi. Sebaiknya baik dipanggil untuk melakukan klarifikasi. Kalau memang tidak, clear. Tapi kalau ada unsurnya, harus ada pertanggungjawaban. Dalam proses hukum, ada unsur kepastian hukum. Demi kepastian hukum dan mencegah terjadinya fitnah, perlu ada kejelasan terhadap nama-nama yang disebut dalam perkara suap tersebut," paparnya. Kasus ini disebutnya menjadi tantangan bagi KPK untuk menunjukkan independensi. Terlebih, KPK berhadapan dengan parpol pemenang pemilu di Indonesia. "KPK harus punya nyali. Meskipun berhadapan dengan penguasa maupun parpol pemenang pemilu," ucapnya. Momentum kasus ini membuat publik menyadari betul sumber korup di Indonesia adalah biaya politik yang mahal. Dengan begitu, orang tersebut di kemudian hari berpikir bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan. "Tapi kasus ini luar biasa. Sebuah kejahatan demokrasi yang melibatkan panitia dan peserta," beber Supardji. Menanggapi hal itu, praktisi Hukum Ade Irfan Pulungan, tidak setuju jika KPK main ancam orang. Menurut politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, sebaiknya KPK lebih fokus pada upaya pencegahan. Dia mencontohkan kajian dan pemetaan oknum lembaga yang paling banyak terjerat kasus korupsi. "Kalau misalnya lembaga legislatif, maka KPK harus memikirkan cara-cara membenahi partai politik. Tujuannya agar terjadi proses rekrutmen dan kaderisasi yang baik," jelas Ade. Dia juga tidak sependapat apabila KPK dibenturkan dengan parpol tertentu. Apalagi menakut-nakuti, seolah-olah politisi parpol bersalah. "Ingat, Komisioner KPK itu dipilih parpol. Ketika mau dipilih jadi komisioner, mendekati parpol. Begitu sudah selesai dan sekarang menjabat, kok mau ancam-ancam. Menurut saya, itu tidak boleh dan tidak elegan. Sebaiknya KPK fokuslah pada pencegahan," tuturnya.(rh/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait