CILONGOK-Protes tak selamanya dengan demo turun ke jalan. Seperti halnya seniman Padhepokan Cowongsewu, Titut Edi Purwanto bersama sang istri, Tri Indarwati yang protes karena adanya kerusakan alam di Curug Cipendok. Protes itu dikemas dengan teatrikal di Agro Karang Penginyongan, Cilongok.
Menurut Titut, saat ini ada perubahan kualitas air di curug dengan tinggi 90 meter tersebut. Dulunya, air Cipendok bisa digunakan untuk bercermin, namun saat ini tidak bisa. Airnya kotor, berubah kecoklatan dan berlumpur.
"Ini suara tangisan saya, tangisan seniman yang merasa ikut memiliki tempat ini. Maka saya ingin meminta keadilan dari Tuhan dengan nyogok langit," ujarnya saat ditemui usai pementasan.
Titut mengatakan, performing art bertajuk Nyogok Langit juga sebagai simbol kesulitan warga untuk mengadu terkait kerusakan alam. Kesedihan ditumpahkan dalam bentuk atraksi aneh. Setelah berpawai di jalan kampung, Titut berhenti di pelataran parkir Pendapa Prabawulan, mengucap doa dan melucuti pakaiannya.
Saat dikelilingi putri-putri cantik yang mengitarinya dengan kain putih, dia pun mandi air kendi berisi lumpur Curug
Cipendok. Tri Indarwanti, guru tari SMP Gunung Jati cepat tanggap dan mengguyurnya dengan cat warna-warni. Kegilaannya belum berhenti. Kuda lumping segera dipakai dan menari berkeliling. Tak ketinggalan, belis (setan) pengikutnya melakukan hal serupa hingga membuat takut pengunjung yang hadir.
Dia mengatakan, setan maupun alam tidak pernah merusak dirinya. Keruhnya kolam air Cipendok tentu disebabkan oleh ulah manusia. Meski tanpa menyebut nama, Titut mengaku resah dengan rencana eksplorasi panas bumi di kawasan Gunung Slamet itu.
Selain pementasan itu, juga digelar pentas seni kentongan, pantomim, ebeg dan laisan. Pada malam hari, masyarakat setempat bershalawat dan berdoa bersama. Mereka memohon untuk keselamatan dan kelestarian lingkungan di wilayah desanya.(ida)