Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, SUMU Banyumas ; Ancaman Nyata Bagi UMKM

Kamis 21-11-2024,17:12 WIB
Reporter : Juni R
Editor : Ali Ibrahim

PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.CO.ID  - Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) Banyumas, menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 12 persen. Naiknya PPN 12 persen, dinilai dapat  berdampak buruk bagi iklim ekonomi saat ini. 

Koordinator Daerah SUMU Banyumas Brili Agung menuturkan, keadaan ekonomi bangsa saat ini sedang tidak bak-baik saja. Kenaikan PPN 12 persen menurutnya, bakal memperburuk kondisi ekonomi negeri ini. 

"Saat ini, Indonesia sedang mengalami penurunan daya beli dan penurunan jumlah masyarakat kelas menengah. Selain itu, juga sedang terjadi badai Pemutusan Hak Kerja (PHK) besar-besaran," kata dia. 

Ia menambahkan, kenaikan PPN bakal berdampak lebih berat lagi bagi para pelaku usaha dikarenakan harga jual yang akan di kenakan otomatis semakin memberatkan konsumen. Hal itu tentu akan sangat berpengaruh, untuk menurunkan omset dan menurunkan daya beli masyarakat.

BACA JUGA:KPPN Cilacap Adakan Stakeholder Day dan Forum Konsultasi Publik

BACA JUGA:5 Dampak Buruk Beli Mobil Bekas Pajak Mati yang Wajib Kalian Ketahui

"Pada pemerintahan Presiden Prabowo saat ini menginginkan pertumbuhan ekonomi sebanyak 8%. Dengan adanya kenaikan PPN ini justru menjadi kontraproduktif, karena bagaimana mungkin ekonomi bisa mengalami pertumbuhan, jika ketika baru saja memulai sudah di kenakan potongan sebanyak 12% untuk PPN," tuturnya. 

Menurutnya, dengan kondisi seperti itu pengusaha dan pelaku UMKM sudah di bayang-bayangi oleh PPN sebanyak 12% yang akan menggerus profit dan daya beli masyarakat.

"Di bandingkan negara tetangga di ASEAN, Indonesia merupakan negara dengan PPN tertinggi di Asia tenggara melewati Singapura yang memiliki Value Added-Tax (VAT) hanya di angka 9%. Di saat di negara maju nyaris dan sudah ada yang berada pada 0%, seperti yang di terapkan oleh HongKong, mereka membuktikan bahwa investasi dapat tumbuh subur dan pelaku usaha juga menjamur," terangnya. 

Lanjut, soal alasan kenapa pemerintah Indonesia menaikan PPN, pelaku pengusaha juga memahami bahwa APBN perlu di jaga dan di naikan. 

"Akan tetapi menaikan PPN bukan merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan. Masih banyak cara alternatif lainnya, seperti menaikan pajak bagi orang super kaya yang telah menikmati sumber daya di Indonesia dan dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Bukan justru menaikan pajak untuk rumah tangga, masyarakat kecil dan para pelaku usaha, terlebih lagi bagi para pelaku UMKM," tuturnya.

Sebagai gambaran, saat ini ada lebih dari 50.000 UMKM dan pengusaha di wilayah Kabupaten Banyumas. Dan sebagian besar bergerak di bidang perdagangan dan jasa. 

“Jangan sampai jumlah kelas menengah yang sudah turun sebesar 16,5% dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85% pada 2024 makin menurun lagi di 2025. Padahal kita tahu salah satu konsumen terbesar usaha dan UMKM di Indonesia ada di kelas menengah ini. Masih banyak cara untuk menambah APBN selain menaikan PPn. Misalnya dengan menaikan pajak orang-orang super kaya di Indoensia. Menurut saya itu lebih berkemajuan dan berkeadilan," ucapnya. 

Lanjut, ia menjelaskan jika alasannya sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), penerapannya tidak harus di paksakan pada 01 Januari 2025. 

"Contohnya, Undang-undang mengenai pajak karbon juga tertuang dalam UU No. 7 tahun 2021, namun pada kenyataannya pelaksanaan undang-undang tersebut masih belum di terapkan. Sehingga menjadi alasan yang sangat masuk akal, untuk dilakukan pengkajian ulang mengenai kenaikan PPN 12% untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat Indonesia dan keberlangsungan hidup UMKM," ujarnya. 

Kategori :