Rizky Purwitasari, Bidan yang Juga Pembatik dari Bukateja, Awalnya Melihat Nenek Membatik, Lama-Lama Tertarik
BIKIN BATIK : Rizky Purwitasari tengah menyelesaikan batik pesanan konsumennya di galeri batik miliknya.-Foto BATIK PURWITA UNTUK RADARMAS -
Profesi pembatik di Kabupaten Purbalingga ternyata cukup digemari oleh masyarakat, bahkan anak muda. Hal itu dengan bermunculannya pembatik muda berbakat di Kabupaten Purbalingga.
ADITYA WISNU WARDANA, Purbalingga
Salah satu pembatik muda di Kabupaten Purbaingga adalah Rizky Purwitasari, pembatik muda yang berdomisili di Desa Kutawis, Kecamatan Purbalingga. Wanita yang berprofesi sebagai bidan ini, menggeluti dunia batik khususnya batik motif asli Purbalingga.
Ita, panggilan bidan yang juga pembatik ini mengaku, mulai menekuni dunia batik sejak tahun 2010-2011 lalu. Dia memilih menekuni dunia batik disela-sela kesibukannya sebagai bidan, karena keluarga besarnya merupakan keluarga pembatik asal Desa Majapura, Kecamatan Bobotsari.
"Awalnya melihat nenek dan bude membatik. Sehingga muncul keinginan untuk mencoba membatik. Lama-lama menekuni dan mencintai batik sampai sekarang, dan membatik menjadi profesi kedua setelah menjadi bidan," jelasnya.
Dia memilih nama batik Purwita sebagai brand batik buatannya. Penjualan dilakukan secara online dan offline. Online yakni melalui Facebook, Instagram, dan Tiktok.
"Sedangkan untuk off line biasa melalui temen-temen di dinas dan instansi di wilayah Purbalingga," imbuhnya.
Dijelaskan, pembuatan batik awal sampai jadi kain batik dilakukannya sendiri di rumah serta dibantu beberapa karyawan. Mulai membuat pola, pencarian bahan batik, pewarnaan sampai finishing dilakukan secara mandiri.
"Untuk ide pembuatan motif batik kadang dikonsultasikan dengan suami atau bisa diambil dari request para pelanggan," imbuhnya.
Diungkapkan, waktu pembuatan batik cap dalam satu hari bisa mencapai 20 hingga 30 lembar batik. Sedangkan untuk batik tulis memakan waktu selama 2 hingga 3 hari.
Meski berprofesi sebagai bidan, dia mengaku tidak merasa kewalahan dalam pembagian waktu kerja. "Pagi bekerja sebagai bidan, kemudian siangnya sebagai pembatik," ujarnya.
Setelah pulang dari kantor, dia mengaku, biasanya melakukan pekerjaan mencanting atau membuat desain motif batik. Dijelaskan, setiap bulannya dia bisa menjual sekitar 5 hingga 20 lembar kain batik yang dijual secara online maupun offline.
Pangsa pasar selain di wilayah Purbalingga, juga sampai keluar kota. Seperti Jakarta, Riau, serta luar negeri pernah beberapa kali.
“Harga jualnya mulai dari Rp 125 ribu hingga Rp 200 ribu, itu tergantung dari motif cap murni atau cap kombinasi. Sedangkan untuk batik tulis mulai harga dari Rp 350 ribu. Harga juga menyesuaikan kerumitan motif dan disesuaikan permintaan pelanggan,” ujarnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: