Pemilihan Ketua Umum Golkar Molor

Pemilihan Ketua Umum Golkar Molor

11 DPD Umumkan Dukungan ke Kubu Novanto BADUNG- Pertarungan bakal calon ketua umum Partai Golongan Karya (Golkar) dalam musyawarah nasional luar biasa memasuki babak pemilihan. Sebelum pemilihan dimulai tengah malam tadi, perdebatan terkait tata cara pemilihan kembali muncul. [caption id="attachment_104765" align="aligncenter" width="1440"]Delapan Calon Ketua Umum Partai Golkar saat melakukan Debat caketum di Dyandra Convebtion Center Surabaya, kemarin (11/5). Kedelapan calon tersebut adalah Ade Komaruddin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, M Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo. FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos Delapan Calon Ketua Umum Partai Golkar saat melakukan Debat caketum di Dyandra Convebtion Center Surabaya, kemarin (11/5). Kedelapan calon tersebut adalah Ade Komaruddin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, M Aziz Syamsuddin, Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo. FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos[/caption] Kali ini sejumlah DPD I yang ditengarai mendukung bakal caketum Setya Novanto mendesak agar proses pemilihan diawali dengan pernyataan surat dukungan tertulis. Sebelumnya, dalam persidangan paripurna II yang membahas tata tertib munaslub, telah disepakati aturan pasal 25 yang terkait dengan tata cara pemilihan secara tertutup. Sedianya, kemarin munaslub tinggal membahas aturan yang belum disepakati, yakni tata cara pemilihan. Namun, sejumlah anggota DPD I ternyata melakukan interupsi. Mereka tidak lagi mempermasalahkan tata cara pemilihan, melainkan membahas lagi aturan tentang pencalonan delapan bakal caketum. Perwakilan DPD I dari NTT, misalnya, mengungkit aturan pasal pencalonan. Yakni, seorang bakal calon harus mendapat dukungan suara 30 persen. "Berbicara dukungan, kita harus lewat dukungan, bedakan dengan pemilihan," kata anggota dari NTT tersebut. Ketua DPD Golkar Aceh T.M. Nurlif mendukung pernyataan perwakilan dari NTT. Dia mengingatkan, penjaringan calon dilakukan melalui dukungan minimal 30 persen pemilik suara. Karena itu, dia mendesak steering committee (SC) munaslub agar menyediakan surat dukungan untuk diisi pemilik suara, baru kemudian dilakukan pemilihan secara tertutup. "Saat nanti bakal calon ditetapkan menjadi calon, silakan pilih secara langsung, bebas, dan rahasia," ujarnya. Pernyataan yang sama disampaikan DPD NTB dan Sulbar. Namun, beberapa anggota DPD lainnya menolak hal tersebut. Anggota DPD dari Kota Cilegon, misalnya, menolak perlunya syarat dukungan tertulis itu. Selain memunculkan potensi politik uang dengan memperjualbelikan suara, syarat tertulis tidak diatur dalam AD/ART. "Kita ikuti saja tatib dari SC,"serunya. Wakil Ketua DPD Daerah Istimewa Jogjakarta John S. Keban juga meminta agar proses pemilihan segera dilanjutkan ke pengambilan suara. John mengatakan, aturan sistem tertutup jauh lebih demokratis dan dapat menghindari potensi konflik yang berkelanjutan. Dengan syarat dukungan tertulis, potensi kecurangan lebih besar terjadi. "Munaslub kita adalah rekonsiliasi, jangan kedepankan ego," ujarnya. Perdebatan itu terus terjadi, antara pihak yang meminta syarat dukungan tertulis dan yang tetap meminta proses pemilihan. Ketua Komite Pemilihan Munaslub Golkar Rambe Kamarul Zaman menjelaskan, yang diminta terkait syarat dukungan tertulis dalam proses penjaringan dan pencalonan adalah syarat tak terpisahkan dalam proses pemilihan. "Proses penjaringan dan pencalonan itu sudah lewat, bakal caketum ini sudah memenuhi syarat di penjaringan dan pencalonan," kata Rambe. Menurut Rambe, syarat 30 persen itu dipercayakan kepada pemegang suara. Rambe juga sepakat dengan pernyataan bahwa syarat dukungan tertulis justru melanggar AD/ART. "Kalau dipercayakan pemegang suara, tidak perlu dukungan, justru melanggar," tegasnya. Meski sudah dijelaskan Rambe, sejumlah DPD yang interupsi tetap mengungkit syarat dukungan tertulis itu. Ketua SC Nurdin Halid kemudian menskors persidangan paripurna selama sepuluh menit. Hasil skors itu tetap menegaskan bahwa proses pemilihan langsung dilakukan dengan pemungutan suara secara tertutup. Memasuki pukul 23.30 Wita, paripurna membahas verifikasi pemilik suara yang sah ikut dalam pemungutan. Ada interupsi dari sejumlah kabupaten/kota di DPD Sulawesi Tenggara. Mereka tidak mendapatkan rekomendasi dari provinsi. SC memutuskan bahwa masalah itu diselesaikan di komite ad hoc. Memasuki pukul 23.45, Nurdin kembali menskors paripurna untuk mempersiapkan ruang sidang untuk proses pemilihan secara tertutup. Hingga berita ini diturunkan, panitia masih mensterilkan ruang paripurna untuk proses pemilihan. DPD Umumkan Dukungan Penyampaian pandangan umum DPD I atau tingkat provinsi dalam rapat paripurna munaslub kemarin diwarnai pembacaan dukungan kepada bakal caketum Setya Novanto. Meski sempat diawali adu mulut soal boleh atau tidaknya pandangan umum untuk menyampaikan dukungan kepada bakal calon, Ketua Komite Etik Fadel Muhammad akhirnya menengahi hal itu. Fadel mengatakan, sebaiknya penyampaian pandangan umum tidak disertai pembacaan dukungan kepada bakal caketum, tapi juga tidak melarang apabila ada DPD I yang membacakan dukungan. "Tolong setelah ini jangan berbuat onar lagi. Saya malu sebagai komite etik," kata Fadel. Dengan keputusan komite etik itu, hampir separo DPD I Golkar membacakan dukungan kepada bakal caketum Setya Novanto. Dari data yang terekam selama rapat paripurna itu, ada 14 DPD I yang mendukung Novanto. Yakni, DPD I Jambi, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Banten, Bali, Bangka-Belitung, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo. Satu ormas pendiri Partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Royong (MKGR) pimpinan Roem Kono, juga mendukung Novanto. Seperti diketahui, Roem Kono adalah salah seorang anggota tim sukses bakal caketum nomor urut dua itu. Dukungan dari NTT, misalnya, disampaikan oleh Ketua DPD Golkar NTT Ibrahim Agustinus Medah dalam penyampaian pandangan umum. Menurut dia, delapan bakal caketum memiliki rekam jejak dan kualitas yang sama untuk menjadi pemimpin. Namun, dalam tradisi di NTT, harus dipilih salah satu untuk menjadi panglima. "Panglima yang kami pilih harus dekat dengan wilayah kami. Karena itu, kami memilih Saudara Setya Novanto," ucap Ibrahim. Sebagaimana diketahui, Novanto lolos sebagai anggota DPR dengan mewakili daerah pemilihan NTT. Sementara itu, dukungan Banten terhadap Novanto disampaikan oleh Ketua DPD Ratu Tatu Chasanah. Namun, dukungan tersebut tidak bulat. DPD II Kota Cilegon melakukan interupsi dengan menyampaikan bahwa suara DPD Banten itu tidak mewakili wilayahnya. "Kami memiliki pilihan sendiri. Kami memilih Ade Komarudin," kata Ketua DPD II Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Di tempat terpisah, anggota tim sukses Novanto, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan telah mendengar dukungan eksplisit DPD I kepada bakal calonnya. Bahkan, dia mengklaim bahwa dukungan itu melebihi 14 DPD I yang terpantau selama rapat pandangan umum munaslub. "Ada sekitar 18 DPD yang eksplisit menyatakan dukungan ke Pak Setya Novanto," kata dia. Menurut Agus, itu bukanlah bentuk rasa jemawa atau sombong. Dia menilai, dukungan tersebut muncul berkat kerja timses Novanto selama 24 jam demi memenangkan bakal calonnya. "Kami kerja begitu lama, yang ada di belakang layar, samping layar, saya kira itu sudah sepantasnya," ujarnya. Politik Uang Dikonfirmasi terpisah, anggota timses Ade Komarudin, Ahmadi Noor Supit, menilai langkah komite etik memperbolehkan penyebutan bakal caketum dalam pandangan umum mengingkari kesepakatan pembukaan rapat pada malam sebelumnya. Dalam rapat pandangan umum yang dibuka Minggu malam (15/5), sudah disepakati tidak ada penyebutan nama bakal caketum dalam laporan DPD I. "DPD II sudah meminta agar tidak disampaikan. Seharusnya komite etik tidak memutuskan begitu saja," kata Supit kecewa. Timses Ade lainnya, Firman Subagyo, menambahkan, penggiringan semacam itu dilakukan dengan mengumpulkan DPD Golkar di satu tempat. Setelah sempat ada pertemuan Minggu dini hari, pertemuan yang sama digelar Senin dini hari. Firman mendengar ada laporan soal politik uang di pertemuan. Selama rapat pandangan umum, memang beredar sms ke sejumlah pimpinan DPD terkait iming-iming penyebutan nama bakal caketum tertentu dengan imbalan Rp 3 miliar. "Ada laporan dari DPD, saya tidak tahu berapa nominalnya. Namun, dalam situasi ini komite etik justru tidak bergerak," ucapnya. Ade saat ditemui terpisah juga kecewa atas lolosnya dukungan terbuka terhadap Setya Novanto dalam pandangan umum itu. Dia mengaku sejak awal meminta pendukungnya menahan diri agar tidak menyampaikan dukungan. "Itu mencederai. Saya mau tahan betul. Kami ingin mencapai kemenangan yang prosesnya bagus," katanya. Fadel secara terpisah menyatakan bahwa komite etik selama ini kekurangan personel untuk mengawasi para bakal caketum bersama timsesnya. Dalam komite etik ada sepuluh satuan tugas. Namun, jumlah personelnya tidak cukup untuk memantau permainan-permainan bakal caketum. "Permainan itu mereka bikin secara detail dan tersembunyi," ujarnya. Fadel menyatakan tidak memungkiri adanya praktik-praktik politik uang di munaslub. Namun, pihaknya sulit untuk membuktikan. "Tidak ada bukti lengkap. Kami menyampaikan, kami tidak punya bukti lengkap sehingga tidak bisa diproses," ujarnya. Selama bekerja, jelas Fadel, pihaknya telah mengirimkan delapan surat peringatan. Dua surat adalah teguran keras, sedangkan enam lainnya teguran ringan. Selain itu, ada 15 surat imbauan yang dikirimkan komite etik kepada para bakal caketum. JK Bantah Dari Jakarta, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menepis anggapan bahwa ketua partai tidak boleh merangkap jabatan. Dia menyebutkan, ada banyak sekali contoh ketua partai yang juga menjadi ketua di lembaga pemerintahan. "Pak Zulkifli jadi ketua juga diterima," ujar JK di Jakarta kemarin. Zulkifli yang dimaksud JK tentu saja Ketua MPR Zulkifli Hasan. Saat ini dia menjadi ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN). Di level daerah, imbuh JK, rangkap jabatan seperti itu juga jamak terjadi. Bahkan menjadi kebanggaan tersendiri bagi partai dan orang tersebut. "Tujuh puluh persen ketua (partai, Red) ya rangkap jabatan," ujar mantan ketua umum Partai Golkar itu. Saat menjabat ketua umum Golkar, JK juga menjadi wakil presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono. JK menjadi ketua umum Golkar pada Oktober 2004 sampai Oktober 2009. Pada tahun yang sama dia juga menjabat wakil presiden ke-10. JK pun heran bila ada yang mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk memperkuat pelarangan rangkap jabatan. Sebab, dalam budaya perpolitikan di Indonesia, rangkap jabatan itu tidak menjadi soal. "Saya pikir presiden tidak sampaikan itu (larangan rangkap jabatan, Red)," ujar dia. Seperti diberitakan, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa ada catatan tambahan terkait posisi bakal caketum yang tampaknya menyasar pada bakal calon tertentu. Menurut Luhut, presiden kurang nyaman kalau caketum itu merangkap jabatan. Lebih lanjut, JK memperingatkan agar munaslub bisa berjalan dengan demokratis. Tanpa ada intervensi. "Kalau diskusi-diskusi saja boleh lah," tutur dia. JK pun enggan berkomentar soal Luhut yang berada di Bali. JK hingga kemarin masih berkantor di Istana Wakil Presiden di Jakarta. Dia belum memastikan untuk ke Bali meskipun dari awal juga diminta menutup acara munaslub. "Tunggu kapan mereka akan tutup," katanya. (bay/jun/c10/c11/c9/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: