Abu Sayyaf Mulai Brutal kepada Sandera

Abu Sayyaf Mulai Brutal kepada Sandera

Kemenlu Jamin Kondisi 14 WNI Selamat JAKARTA- Upaya pembebasan 14 WNI dari penyanderaan kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina masih berlanjut. Di sisi lain, pemerintah Indonesia terus menggalang kerja sama antarnegara untuk mencegah terulangnya pembajakan. Khususnya dengan Malaysia dan Filipina yang perairannya menjadi daerah operasi para perompak. "Minggu ini kami akan undang panglima dan menteri luar negeri Malaysia serta panglima dan menteri luar negeri Filipina. Kami akan ketemu di sini (Istana Presiden, Red),"  ujar Presiden Joko Widodo setelah membuka rakor teknis Sensus Ekonomi 2016 di Istana Negara kemarin (26/4). Ketiga negara akan membuat patroli bersama untuk memastikan keamanan alur pelayaran di kawasan laut Sulawesi. jokowi_01Jokowi menyatakan, penyanderaan berlokasi di wilayah negara Filipina. Pemerintah, sebagaimana pula masyarakat Indonesia, menginginkan sandera segera bebas. Namun, harus disadari, lokasi penyanderaan berada di negara lain. Apabila ingin masuk, harus ada izin dari otoritas setempat. Jika ingin mengerahkan pasukan TNI, diperlukan izin dari pemerintah Filipina. "Pemerintah Filipina pun harus mendapat persetujuan dari parlemen (untuk memberikan izin bagi TNI untuk masuk, Red),"  jelasnya. Diakui, hal itu memang menyulitkan posisi Indonesia selaku negara asal para sandera. Karena itu, pemerintah menerapkan dua hal dalam upaya pembebasan sandera. Selain dengan pemerintah Filipina, komunikasi dilakukan melalui jaringan yang dimiliki pemerintah Indonesia. Untuk saat ini, baru bisa dipastikan kondisi 14 WNI baik-baik saja. Disinggung mengenai rencana pembayaran tebusan, Jokowi dengan tegas menolak. "Kita tidak pernah berkompromi dengan hal-hal seperti itu dan tidak ada urusan dengan minta uang," tegasnya. Jokowi meminta masyarakat memahami kondisi. Memang tidak mudah untuk membebaskan sandera apalagi posisinya di negara lain. Ada yang 6-8 bulan persoalannya belum beres. "Malah kemarin ada yang sudah dieksekusi (warga Kanada, Red)," tutur mantan wali kota Solo itu. Senin (25/4) pukul 15.00, tenggat waktu yang ditetapkan Abu Sayyaf untuk menebus nyawa John Ridsdel dengan 300 juta peso (sekitar Rp 84,68 miliar) berakhir. Karena pemerintah Kanada tidak kunjung memberikan tebusan, kelompok militan keji itu menghabisi nyawa pria 68 tahun tersebut. Kematian Ridsdel diketahui saat penduduk Kota Jolo menemukan kepala mantan petinggi pertambangan tersebut di halaman balai kota. Kabarnya, dua anggota militan Abu Sayyaf yang berboncengan naik motor melemparkan kepala Ridsdel ke tempat itu.     Belakangan, potongan kepala di dalam tas plastik tersebut dikonfirmasi sebagai milik lelaki yang disekap Abu Sayyaf selama sekitar tujuh bulan terakhir tersebut. Kabar duka dari Filipina itu membuat Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau geram. Dia pun langsung mengutuk Abu Sayyaf atas kematian salah seorang warganya tersebut. "Ini pembunuhan yang sungguh keji. Kelompok teror yang menyanderanya harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," tegas pemimpin 44 tahun tersebut dalam jumpa pers di Kota Ottawa. Tidak hanya membuat Trudeau murka, pembunuhan Ridsdel memunculkan kekhawatiran bagi pemerintah Filipina dan lima negara lain yang warganya disandera Abu Sayyaf. Yakni, Indonesia, Malaysia, Jepang, Belanda, dan Norwegia. Sampai sekarang, nasib sekitar 20 sandera itu belum pasti. Apalagi lokasi penyanderaan mereka belum terdeteksi secara pasti. Ridsdel diculik bersama rekannya, Robert Hall, warga Norwegia, serta seorang perempuan asal Filipina pada September lalu. Ketika itu, mereka bertiga sedang menikmati liburan dengan menumpang kapal pesiar. Kepala bersimbah darah tersebut dikirim ke balai kota setelah tenggat waktu berlalu sekitar lima jam. Sebelumnya, Abu Sayyaf memang mengancam membunuh satu di antara empat sandera tersebut. "Pemerintah Kanada akan terus bekerja sama dengan pemerintah Filipina dan masyarakat internasional untuk mengejar para pelaku kekejian ini," ujar Trudeau. Sayang, kepala pemerintahan berparas rupawan itu tidak mau memberikan informasi apa pun tentang langkah lanjutan pemerintah terhadap Abu Sayyaf. Mengingat, saat ini militan yang bercokol di Jolo itu masih menyandera Hall. Bob Rae, salah seorang teman Ridsdel, mengecam aksi Abu Sayyaf terhadap rekannya. Padahal, menurut dia, sudah ada pembicaraan tentang uang tebusan. "Jelas ada perbincangan tentang uang. Tapi, memang bukan oleh pemerintah Kanada atau pemerintah Norwegia, melainkan oleh keluarga empat sandera tersebut," paparnya. Karena itu, dia menyayangkan pembunuhan Ridsdel. Lewat sebuah pernyataan tertulis, keluarga besar Ridsdel mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap Abu Sayyaf. "Mengapa kehidupannya harus berakhir tragis dengan cara keji seperti ini saat kami sedang berupaya keras untuk membawanya pulang ke rumah lagi?" ungkap mereka. Pernyataan senada diungkapkan TVI Pacific, perusahaan pertambangan tempat Ridsdel dulu berkarir. Sebulan setelah penculikan, kelompok militan tersebut merilis sebuah video yang berisi tuntutan tebusan untuk empat nyawa sandera. Abu Sayyaf meminta tebusan USD 80 juta atau sekitar Rp 105 miliar. Pada 15 April 2016, Abu Sayyaf kembali merilis video tentang tuntutan tersebut. Mereka mengundur waktu penebusan hingga 25 April 2016. Bila tidak dipenuhi, mereka mengancam membunuh sandera. Ancaman itu pun benar terjadi. WNI Aman Sementara itu, Kepala BIN Sutiyoso memberikan isyarat bahwa 14 WNI disandera di tempat yang terpisah. Dia meyakinkan, melalui komunikasi dengan jaringan yang ada, 10 orang yang diculik kali pertama masih berkondisi sehat. "Yang empat orang, kami belum tahu. Tapi, kami yakin masih hidup karena mereka belum buka komunikasi dengan pengusaha pemilik kapal itu," ungkapnya setelah rapat terbatas di Kantor Presiden kemarin. Ada kemungkinan, kata dia, lokasi penyanderaan 10 WNI dan empat lainnya dipisah. Namun, pihaknya belum menelisik lebih jauh. Apabila empat WNI tersebut masih satu grup, tentu kondisinya sudah diketahui. Dia yakin penyandera segera membuka komunikasi mengenai empat WNI tersebut. Prosesnya memang membutuhkan waktu, tidak bisa langsung cepat. "Kalau (eksekusi warga, Red) Kanada itu kan karena sudah final. Sudah sekian lama tidak ada (kepastian, Red)," lanjutnya. Selebihnya, Sutiyoso enggan memberikan penjelasan. Termasuk soal tebusan dari pihak perusahaan. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Arrmanatha Nasir menyatakan, akhir pekan pihaknya mendapat informasi tentang operasi militer di Pulau Jolo untuk menyelamatkan empat korban yang disandera sejak tahun lalu. "Operasi tersebut dilakukan di sebelah barat Pulau Jolo. Sedangkan lokasi penyanderaan WNI korban pembajakan berada di timur Pulau Jolo," terangnya. Dalam hal ini, pria yang akrab disapa Tata itu juga memastikan keselamatan 14 WNI yang saat ini berada di genggaman kelompok separatis tersebut. Terakhir, siang kemarin dia berkomunikasi dengan pihak terkait untuk mencari tahu keselamatan 14 WNI tersebut. Menurut informasi, seluruh WNI itu berkondisi baik.(byu/bil/mia/AFP/Reuters/CNN/hep/c5/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: