Mengejar Aset Rp 169 Miliar Samadikun

Mengejar Aset Rp 169 Miliar Samadikun

halaman 1    JAKARTA-  Buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun dipulangkan ke Indonesia kemarin (21/4). Namun, masih ada masalah yang tersisa, yakni dimana aset hasil korupsi senilai Rp 169 miliar. Hingga saat ini uang tersebut belum diketahui posisinya. Samadikun juga sudah tidak tercatat lagi sebagai pemilik sejumlah perusahaan. Ditemui di Bandara Halim perdana Kusuma Kemarin, Jaksa Agung H M. Prasetyo menuturkan, saat ini Kejagung masih fokus ke eksekusi pidana badannya. Namun, pengembalian uang negara itu juga tetap dilakukan dengan melakukan tracking aset. Kemana saja larinya aset Samadikun Hartono akan dikejar. "Kami periksa dulu, ditanya hartanya apa saja dan dimana. Dari data yang ada dipelajari dimana hartanya," paparnya. Namun, dipastikan Samadikun sudah tidak tercatat lagi di perusahaan yang ada di Indonesia. Karena itu, ada kemungkinan hartanya dipindahkan keluar negeri. "Kalau seperti itu, saya tetap yakin bisa mengambil dan menyita asetnya," tegasnya. Dia menegaskan akan meminta bantuan kementerian luar negeri dan bahkan pemerintah asing bila memang harta tidak di Indonesia. "Ya, apapun akan dilakukan agar uang negara bisa kembali," papar mantan Jampidum tersebut. Apakah nilai penyitaan akan tetap Rp 169 miliar, walau nilainya sudah berbeda? Dia menerangkan bahwa memang kasus ini terjadi sejak 2003, yang dapat diartikan nilai uangnya juga sudah berubah. Tapi, vonis pengadilan tidak berubah, nilai yang diminta diganti tetap Rp 169 miliar. "Saya tahu ini masalah, tapi saya hanya bisa menjalankan putusan pengadilan," terangnya. Dia juga memberikan penjelasan terkait kepulangan Samadikun ke Indonesia . Jaksa Agung menyatakan bahwa sesuai rencana, Samadikun tiba di Jakarta pada malam hari, setelah diterbangkan dari Tiongkok. "Yang bersangkutan telah dikejar sejak 2004, pasca putusan vonis yang berkekuatan hukum tetap," kata Prasetyo. Dia menyatakan, penangkapan ini merupakan kerjasama antara tim pemburu koruptor Kejagung dengan Badan Intelijen Negara. Bukan hal yang mudah menangkap mantan Presiden Komisaris Bank Modern itu, karena yang bersangkutan ternyata juga memiliki usaha selama pelariannya. "Yang bersangkutan memiliki usaha di Tiongkok dan Vietnam," jelas Prasetyo. Prasetyo menyatakan, penangkapan ini membuktikan bahwa tim pemburu koruptor Kejagung tidak pernah diam dalam melakukan penangkapan buron BLBI. Memang, upaya penangkapan itu membutuhkan biaya besar. Prasetyo bersyukur karena keberadaan BIN yang mampu melakukan pergerakan hingga keluar negeri. "Kita usahakan kapasitas BIN ini mampu mengejar buron-buron yang lain," ujarnya. Saat Samadikun akan dipulangkan, pemerintah Tiongkok mengajukan permintaan agar penangkapan itu dibarter dengan dua warga Uighur yang kini berada di Indonesia. Prasetyo mengatakan, permintaan ini ditolak pemerintah Indonesia karena kejahatan warga Uighur itu terjadi di Indonesia. "Samadikun ini adalah buronan, sedangkan warga suku Uighur adalah warga negara yang melakukan kejahatan di Indonesia," tegas Prasetyo.  Pemerintah Tiongkok pun memahami alasan itu dan mempersilahkan proses pemulangan Samadikun berlangsung.(idr/gen/bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: