Rawa Bojongrongga

Rawa Bojongrongga

Ikon Wisata Baru Cilacap Barat Keberadaan Rawa Bojongrongga bagi warga Desa Bojongsari Kecamatan Kedungreja, benar-benar membawa berkah. Dalam kurun 15 tahun terakhir, rawa ini berubah secara perlahan namun pasti menjadi obyek tujuan wisata. Semua ini dimulai dari sekelompok warga yang memanfaatkan tempat ini menjadi pusat pemancingan dan buka tiap 6 bulan. FOTO A Untuk mencapai rawa Bojongrongga sangatlah mudah. Dari pusat kota Kecamatan Kedungreja, pengunjung tinggal berkendara ke arah selatan. Jika perempatan pertama dan pasar desa, kendaraan tinggal dibelokan ke arah barat. Jalanan cukup sempit namun tergolong mulus. Setelah melaju kurang lebih 30 menit, rawa seluas 5 ha lebih langsung terlihat. Pemandangan pertama yang bisa dilihat adalah deretan rumah makan berbentuk "saung" atau gubug diatas rawa. Hampir seluruh rumah makan ini menyediakan menu olahan ikan segar. Menu ini telah menjadi favorit hampir semua pengunjung karena keberadaan rawa membuat ikan selalu hidup. Saat sore menjelang, pengunjung bisa menikmati atraksi lain dengan naik perahu "bebek" dan berkeliling rawa. Apalagi jika cuaca mendukung dan hari libur. Dipastikan pengunjung harus rela antri dan menunggu giliran. "Kalau libur panjang seperti kemarin, pasti selalu ramai. Mau naik bebek-bebekan harus antri," ujar Wahono, salah satu pengunjung. Kepala Desa Bojongsari, Sururudin menambahkan, rawa ini dalam setahun terakhir sudah menambah wahana baru berupa flying fox. Hal ini makin menegaskan kalau rawa tersebut sudah menjadi ikon baru dalam dunia pariwisata di Kabupaten Cilacap. "Sudah jadi ikon baru untuk wisata air di Cilacap," katanya. Dia mengakui, keberadaan rumah makan dan atraksi ini sudah menarik pengunjung dari berbagai daerah. Tidak terkecuali warga Jawa Barat yang selalu berburu menu ikan bakar nan segar di tempat itu. Ditunjang dengan bentuk rumah makan yang mirip saung layaknya rumah makan serupa di Jawa Barat. "Pengunjung dari Jawa Barat sangat menyukai menu ikan bakar," katanya. Diluar itu semua, keberadaan rawa ini sudah membawa pengaruh besar bagi masyarakat setempat. Warga setempat terutama golongan muda tidak perlu repot mencari pekerjaan di luar kota. Mereka bisa membuka warung kecil atau menjadi petugas parkir di lokasi tersebut. Keberadaan lapangan pekerjaan ini pada akhirnya juga membuat perubahan pada kondisi warga. Dulu, lanjut Sururudin, tempat ini tergolong rawan akan kenakalan remaja dan penyakit masyarakat lainnya. Namun sekarang, mereka sudah jauh berubah. Dan jika ada warga yang masih berperilaku seperti itu, masyarakat akan dengan kompak akan turun dan mengatasi masalah tersebut. "Kalau ada yang macem-macem, pasti langsung ditangani. Ini karena kesadaran warga yang ingin menciptakan suasana tenang dan nyaman bagi pengunjung," katanya. Perubahan lain, katanya adalah kekompakan warga kala menggelar kegiatan keagamaan atau sosial. Mereka tanpa disuruh atau ditarik perangkat desa, akan dengan suka rela memberikan sumbangan ke panitia dalam berbagai bentuk. "Warga tanpa disuruh pasti ikut andil," katanya. Dia mengatakan, konsep tempat wisata yang melibatkan warga desa memang harus dijalankan. Karena hal ini akan membuat mereka punya rasa memiliki dan dipastikan akan menjaga tempat tersebut. Keterlibatan mereka bisa melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). "Sekarang sudah ada Pokdarwis hingga bisa melibatkan warga secara maksimal," tandasnya. (haryadinuryadin/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: