Jangan Sampai Dipolitisasi Soal Gaji Baru Anggota DPRD Purbalingga

Jangan Sampai Dipolitisasi Soal Gaji Baru Anggota DPRD Purbalingga

PURBALINGGA- Belum terealisasinya gaji/pendapatan baru anggota dan pimpinan DPRD, diminta jangan sampai menjadi ajang politisasi kepentingan. Komunikasi antara legislatif dan eksekutif harus ditingkatkan. “Ini bukan sedang membahas program pembangunan atau proyek dengan anggaran APBD. Hanya soal pendapatan atau gaji yang baru. Jadi sebenarnya tidak usah diperpanjang dan sampai dipolitisasi,” tegas Dosen FISIP Unsoed Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo, Jumat (22/9). Ilustrasi/Suasana rapat paripurna DPRD Purbalingga di ruang rapat DPRD setempat. Ketika membutuhkan aturan lain, misalnya peraturan bupati, maka segera saja direalisasikan. Toh indeks dan perhitungan besaran DPRD di propinsi dan DPRD Kabupaten sudah jelas. Tinggal disesuaikan dan dituangkan dalam aturan kembali. “Jangan sampai seakan terjadi tarik ulur. Saya melihat ini soal kebuntuan komunikasi saja antara legislatif dan eksekutif. Tiap berbicara soal anggaran, seakan menjadi isu yang strategis untuk pembahasan anggaran selanjutnya dan lainnya,” tambahnya. Persoalan belum realisasinya gaji/ pendapatan dewan yang baru juga seharusnya menjadi konsumsi internal saja. Tidak menjadikan masyarakat luas mengetahui sampai detil. “Memang apapun bisa dipolitisasi dan dikaitkan dengan kepentingan politik. Tapi khusus gaji dan pendapatan dewan sebetulnya persoalan yang tidak rumit,” tuturnya. Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto, Prof DR Muhammad Fauzan menilai, persoalan ini harus dikembalikan kepada regulasi itu sendiri. Misalnya sudah ada perda, maka harus ditindaklanjuti apakah nantinya membutuhkan aturan lagi atau tidak seperti perbup. “Kembalikan saja pada klausul yang ada. Jika memang membutuhkan perbup, maka tinggal ditunggu saja. Bupati harusnya memahami dan ketika harus ada kesepakatan perbup, segera saja direalisasikan,” ungkapnya. Ketika masuk ranah politik, dia menganggap hal itu wajar. Karena baik legislatif dan eksekutif (bupati, red) juga tidak jauh dari nuansa politik. Namun yang harus dicermati justru secara regulasi, membutuhkan perbup atau tidak. ”Kalau awalnya tidak ada kesepakatan adanya perbup, maka perda bisa langsung diterapkan dan eksekutif harus siap merealisasikannya. Namun ketika dalam klausul ada perbup, maka harus menunggu sampai perbup ditetapkan,” rincinya. Seperti diberitakan, legislatif dan eksekutif saling menunggu realisasi perbup itu. Disisi lain perbup membutuhkan masukan dari perhitungan indeks tunjangan transportasi dan perumahan anggota dan pimpinan DPRD. Namun DPRD juga sedang menunggu hasil perhitungan appraisal yang menjadi tanggungjawab pemkab. (amr)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: