Menjenguk Rasyid, Balita Penderita Hisprung dari Desa Langgar
Tetap Ceria Meski Hadapi Operasi Penyambungan Usus Besar Kantong Kolostomi Mahal, Pakai Pampers Setiap orang tentu akan gemes saat melihat Muhammad Abdu Rasyid. Bocah berusia 20 bulan itu memiliki wajah dan kulit yang putih bersih. Bulu mata yang lentik. Rasyid makin lucu saat tersenyum manis atau bicara dengan mulut yang dimanyunin. Rasyid juga cukup lincah dan ceria. Namun siapa menyangka, dibalik keceriaannya, Rasyid saat ini sedang menyiapkan diri menghadapi operasi lanjutan untuk menyambung usus besar dengan anus. BUDI CAHYO UTOMO, Purbalingga Saat Radarmas berkunjung, Rasyid nampak ceria dan berjalan bolak balik dari halaman rumahnya ke ruang tamu. Sesekali dia menyela pembicaraan Radarmas dengan ibu dan neneknya. Diapun tak canggung saat diajak ngobrol. Rasyid nampaknya juga doyan makan dan ngemil. Tiga ondol kecil yang ada di meja disantapnya tanpa ragu-ragu. "Dia memang suka sekali makanan berbahan baku singkong. Ondol, getuk maupun singkong rebus menjadi cemilan favoritnya," tutur Ika Dina, Ibunda Rasyid membuka pembicaraan. Putra pertama dari pasangan Hajirin (34) dan Ika Dina rayu (24), warga RT 1 RW 5 Desa Langgar Kecamatan Kejobong ini, divonis dokter mengalami penyakit hisprung atau hirschsprung disease. Ini menyebabkan Rasyid tidak bisa buang air besar (BAB) lewat anusnya. Setelah menjalani operasi pemasangan saluran pembuangan di perut, Rasyid kini menanti operasi kedua jika berat badannya sudah mencapai minimal 10 kilogram. Beberapa literatur menyebutkan, hisprung sebagai suatu kondisi langka yang menyebabkan feses menjadi terjebak di dalam usus besar. Hal ini terjadi karena ketiadaan sel-sel saraf di otot-otot sebagian atau seluruh usus besar bayi, akibat proses pertumbuhan janin yang tidak sempurna dalam kandungan. "Saat lahir pada 6 Agustus 2015, kami tidak melihat ada kekurangan apapun pada kondisi fisik anak kami. Saat usianya dua hari, kami heran karena anak kami belum juga buang air besar (BAB). Ini membuat Rasyid rewel. Perutnya juga kembung. Oleh bidan desa, Rasyid dirujuk ke RSUD Goeteng Purbalingga," tutur Dina -begitu Ika Dina biasa disapa- kepada Radarmas dan Kang Teguh dari Lazismu Purbalingga. Saat itu, dokter di RSUD Goeteng yang menangani kasus penyakit seperti itu sedang tidak ada, sehingga Rasyid dirujuk ke RSU Banyumas. "Dokter di RSU Banyumas langsung memberitahukan kepada kami tentang kondisi Rasyid. Dokter mengatakan kalau bagian usus besar Rasyid harus dioperasi karena mengalami penyempitan sehingga tidak dapat BAB," ungkap Dina sambil berkaca-kaca. Sebenarnya Rasyid memiliki lubang anus. Hanya saja, kelainan di usus besar itu yang menyebabkan Rasyid tidak bisa BAB. Setelah dioperasi, bagian usus besarnya dialihkan melalui lubang sementara pada perut (kolostomi, red). Saat BAB, kotoran atau feses akan keluar melewati lubang tersebut. "Rasyid harus dibuatkan lubang pada perut bagian kananya sampai berat badannya mencapai 10 kilogram. Baru Rasyid bisa menjalani operasi lanjutan untuk menyambungkan usus besar dengan anusnya dan menutup lubang yang di perut," tambah Dina. Setelah memiliki lubang kolostomi, Dina harus rajin memasang dan mengganti kantong kolostomi. Bukan hanya harus ekstra waspada agar kantong tidak terlepas dari perut Rasyid. Hajirin dan Dina juga harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membeli kantong kolostomi. "Satu paket isinya 10. Harganya mencapai Rp 150 ribu. Satu paket hanya habis dalam dua hari," katanya. Rajin membeli kantong kolostomi hanya berlangsung selama beberapa bulan saja. Saat ini, Dina mencari cara yang lebih hemat dengan memasang potongan pampers dan direkatkan dengan plester. "Itu juga sesuai arahan dokter. Satu pampers bisa dibagi menjadi empat potong. Satu harinya bisa gonta ganti hingga 10 kali. Kadang terasa berat karena kebutuhannya bukan hanya itu," imbuhnya. Pengeluaran ekstra tersebut nampaknya tidak seimbang dengan penghasilan. Hajirin kini semakin keras dalam mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Pedagang sandal keliling itu sudah mulai beraktivitas menjajakan sandal dari kantor ke kantor sejak pukul 05.30. "Suami saya berangkat 05.30, pulang jam 17.30. Saya dulu kerja di warung. Tapi sekarang tidak lagi karena harus konsentrasi mengasuh Rasyid. Saat ini kami harus sangat berhemat demi kesembuhan Rasyid," tambahnya. Kini, berat badan Rasyid sudah mencapai 9,8 kilogram. Artinya, dalam waktu dekat akan menjalani operasi lanjutan. Hajirin dan Dina memiliki harapan baru meski tetap berharap cemas. "Saya hanya berdoa semoga operasi keduanya berjalan lancar dan anak saya sehat seperti anak-anak seusianya. Kami minta doa kepada semuanya, termasuk kepada bupati atau wakil bupati Purbalingga agar anak kami segera sehat setelah operasi nanti," tuturnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: