Banner v.2
Banner v.1

Trump Soroti Penggunaan QRIS di Indonesia, Bagaimana Tanggapan BI?

Trump Soroti Penggunaan QRIS di Indonesia, Bagaimana Tanggapan BI?

QRIS Tuai Sorotan AS Inovasi Nasional atau Hambatan Global--

Namun, menurut USTR, kebijakan ini terlalu protektif karena tidak mempertimbangkan kompatibilitas dengan sistem internasional. Hal ini dikhawatirkan bisa menutup peluang kerja sama global di sektor keuangan digital.

Selain itu, BI juga mewajibkan agar seluruh transaksi kartu kredit pemerintah diproses melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). GPN sendiri adalah sistem pembayaran lokal yang dikembangkan untuk memperkuat kedaulatan finansial Indonesia.

Pembatasan Kepemilikan Asing Jadi Sorotan Tambahan

Kritik lain datang dari kebijakan terkait pembatasan kepemilikan asing dalam sektor jasa keuangan dan infrastruktur pembayaran. Sebagai contohnya, kepemilikan asing pada perusahaan pelaporan kredit swasta dibatasi maksimal 49 persen.

BACA JUGA:10 Negara Bebas Visa Bagi Paspor Indonesia, Kemudahan Berwisata Keliling Dunia

BACA JUGA:Lonjakan Transaksi QRIS Buktikan Kinerja Dompet Digital Kian Positif

Sedangkan untuk penyedia layanan pembayaran non-bank, kepemilikan asing bisa mencapai 85 persen, namun hak suara dibatasi maksimal 49 persen. Bagi perusahaan infrastruktur di sisi backend, batasnya bahkan hanya 20 persen.

Hal ini dianggap mempersempit ruang gerak investor asing untuk bersaing di pasar Indonesia. Menurut USTR, kebijakan ini membuat perusahaan asing ragu untuk berinvestasi lebih jauh.

Respon Pemerintah Indonesia Terhadap Kritik AS

Pemerintah sudah menyiapkan beberapa langkah untuk menjawab kekhawatiran dari Amerika tentang QRIS ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa koordinasi telah dilakukan antara pemerintah, OJK, dan Bank Indonesia.

Walaupun begitu, pemerintah belum merinci bentuk kebijakan lanjutan yang akan diambil untuk menanggapi kritik tersebut. Pemerintah berkomitmen untuk tetap membuka ruang dialog dengan mitra internasional.

BACA JUGA:Waspada! Ciri-Ciri QRIS Palsu yang Bisa Menguras Saldo Dompet Digital

BACA JUGA:Transaksi Zaman Now! Yuk, Coba Cara Pakai QRIS DANA

Dalam hal ini, posisi Indonesia cukup kompleks karena harus menjaga kedaulatan sistem pembayaran nasional sambil tetap ramah terhadap kerja sama global. Indonesia ingin agar sistem seperti QRIS bisa mendukung transaksi lintas negara tanpa harus kehilangan kontrol atas infrastruktur finansialnya.

Perlu Dialog Terbuka dan Solusi Bersama

Pengamat ekonomi menyarankan agar Indonesia dan AS membuka ruang dialog yang lebih intensif. Ketegangan ini dapat merugikan hubungan dagang dan investasi jika tidak dikelola dengan baik.

Kebijakan pembayaran seperti QRIS dan GPN sebenarnya memiliki potensi besar untuk memperkuat sistem finansial Indonesia. Namun jika tidak dikomunikasikan dengan baik, kebijakan ini bisa disalahartikan sebagai proteksionisme.

Langkah ideal adalah mencari titik temu antara perlindungan ekonomi nasional dan keterbukaan global. BI dan pemerintah perlu menunjukkan bahwa sistem seperti QRIS bukan bentuk diskriminasi, melainkan inovasi untuk efisiensi nasional.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: