Perubahan Wajah Rogojembangan, Warga Pertanyakan Pengelolaan Hutan
Kondisi hutan Perhutani saat ini sudah berubah menjadi kebun tanaman semusim.-Warga Jatilawang untuk Radarmas-
BANJARNEGARA, RADARBANYUMAS.CO.ID - Di balik kabut tebal yang menyelimuti lereng Rogojembangan, kerusakan hutan semakin nyata. Kawasan hutan yang dulu menjadi penyangga ekosistem Banjarnegara bagian barat kini berubah rupa. Di mana tegakan pohon berganti ladang sayur, tanah gundul terbuka lebar.
Di tengah lanskap yang berubah itu, Fajar Okta Fianto, aktivis lingkungan asal Banjarnegara, menyuarakan kekecewaannya terhadap apa yang ia sebut sebagai "kegagalan negara" menjaga hutan dan masyarakat.
“Warga terdampak sudah mengadu, namun Pemerintah seakan mendiamkan kerusakan di Hutan Rogojembangan dan sekitarnya,” kata Fajar, Senin (9/6/2025).
Fajar menuding program perhutanan sosial, yang seharusnya menjadi jalan tengah antara konservasi dan kesejahteraan warga, justru menjadi dalih legalisasi perambahan. Ia menyebut tanaman hortikultura mendominasi area yang seharusnya ditanami pohon berkayu sesuai regulasi.
BACA JUGA:Rogojembangan Darurat, Mahasiswa Desak Tindakan Tegas Perhutani dan Pemkab
“Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2023 menyebut tanaman yang dibolehkan adalah tanaman berkayu di bawah tegakan. Tapi di lapangan, justru tanaman hortikultura yang ditanam. Tegakan-tegakan itu malah dimatikan,” tegasnya.
Kondisi ini, menurut Fajar, tidak hanya melanggar aturan, tapi telah membuka jalan bagi bencana ekologis. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah sekitar Rogojembangan semakin sering dilanda banjir bandang dan longsor.
“Kalau ini hutan negara, kenapa justru masyarakat yang mengelola dinaungi oleh LSM tanpa pengawasan berarti? Di mana peran pemerintah?” ujarnya mempertanyakan.
Fajar menekankan bahwa kritiknya bukan bentuk perlawanan, tetapi seruan untuk koreksi. “Kami bukan musuh pemerintah. Kami hanya ingin mendampingi agar pemerintah lebih baik,” tambahnya.
BACA JUGA:17 Rumah di Banjarnegara Retak dan Miring, Warga Cemas Pergerakan Tanah Makin Parah
Namun, ia tak menutup mata bahwa selama ini negara gagal menegakkan pengawasan dan aturan. Keluhan serupa datang dari Bayu, warga Desa Jatilawang yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan. Ia mengaku kondisi lingkungan di desanya terus memburuk.
“Banyak warga merasakan dampaknya. Air bersih makin sulit, banjir kian sering. Tapi yang merambah bukan kami, melainkan orang-orang yang tidak peduli pada kelestarian,” kata Bayu.
Bayu menilai, klaim keadilan ekologis melalui program perhutanan sosial masih jauh dari kenyataan. Ia menyerukan agar negara hadir secara nyata, bukan sekadar melalui dokumen atau izin.
“Kalau pemerintah serius, harus ada pengawasan dan perlindungan untuk warga yang menjaga hutan, bukan membiarkannya dirusak oleh segelintir orang,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


