PURBALINGGA, RADARBANYUMAS.CO.ID - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Purbalingga Imam Nurhakim mengungkapkan, pihaknya mulai melakukan pemetaan dan melihat potensi kemungkinan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024.
Hal itu, diungkapkan olehnya ketika melaksanakan webinar dengan tema, Tren Pelanggaran Pemilu 2024: Efektivitas Pencegahan dan Penanganannya. Kegiatam ini, dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan YouTube.
"Dengan demikian (pemetaan dan melihat potensi kemungkinan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024) bisa dilakukan upaya pencegahan sebelum terjadinya pelanggaran," katanya.
Yusa’ Farchan, salah satu pemateri dalam kegiatan itu, menjelaskan latar belakang pelanggaran Pemilu yang berulang. Menurutnya, hal itu disebabkan Pemilu di Indoensia sangat kompleks.
Tahapan Pemilu 2024 terdapat ketimpangan durasi tahapan, juga menjadi penyebab terjadinya pelanggaran Pemilu. Misalnya masa pencalonan yang dibuka hampir 7 bulan, sementara masa kampanye hanya berlangsung selama 75 hari.
"Atas ketimpangan itu, setiap peserta dengan berbagai cara yang dimilikinya berupaya mencari 1001 cara agar terbebas dari celah pelanggaran pemilu," jelasnya.
Untuk merespon persoalan itu, Dia mendorong, agar Bawaslu bersikap responsif dalam memilah mana yang memenuhi kriteria pelanggaran dan yang tidak."Dengan demikian akan ada titik temu antara penyelenggara pemilu dan peserta pemilu," ujarnya.
Dia juga menjelaskan, beberapa potensi persoalan yang akan timbul pada Pemilu 2024 mendatang. Seperti politik uang dan netralitas ASN.
Sehingga, dia mendorong agar Bawaslu bisa menggali hasil evaluasi penanganan pelanggaran pada pemilu sebelumnya.
Pemateri kegiatan Ahmad Suparji dalam paparannya menjelaskan bahwa Pemilu diharapkan melahirkan demokrasi substantif. Namun demikian realitas yang terjadi proses pemilu seringkali cenderung bersifat prosedural seremonial. Sehingga harapan pemilu demokratis belum tercapai.
Lebih lanjut, aspek efektif tidaknya penanganan pelanggaran pemilu, menurutnya terletak pada kepastian hukum. "Oleh sebab itu diperlukan keputusan yang berkeadilan bagi kesejahteraan umum, baru kemudian akan tercipta keadilan pemilu," ujarnya. (tya)