Haram Hukum Siswa dengan Kekerasan, baik Fisik maupun Ucapan

Sabtu 05-03-2016,10:04 WIB

[caption id="attachment_100962" align="aligncenter" width="500"] Para siswa saat menyantap makan siang bersama yang dimasak oleh orang tuanya di SD Insan Teladan, Parung, Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/2/2016). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS[/caption] Melihat Robohnya Sekat Sekolah-Orang Tua Siswa di Insan Teladan Orang tua siswa di Insan Teladan dilibatkan aktif dalam beragam kegiatan di sekolah. Mulai memasak, pendidikan parenting, sampai ronda malam. Menghapus total kultur kekerasan, termasuk yang terkandung di teks pelajaran. M. Hilmi Setiawan, Bogor AROMA tumisan bawang putih dan bawang merah menyeruak dari belakang kompleks sekolah Insan Teladan kemarin (4/3). Baunya begitu menusuk hidung. Ternyata di salah satu sudut belakang kompleks yang berisi TK, SD, dan SMP itu sedang berkumpul enam ibu orang tua siswa. Mereka tengah memasak menu makan siang untuk para murid. Kemarin siang menunya adalah nasi goreng. Lauknya telur dadar yang diiris panjang-panjang. Begitu jam makan siang tiba, para murid sekolah di Desa Kalisuren, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, itu dengan rapi mengantre. Sesudahnya, mereka bebas menikmatinya di mana saja. Asal tentu masih di dalam kompleks sekolah yang tak memungut biaya itu. Jadilah, ada yang makan sambil duduk di ayunan. Ada pula yang di bangku sambil menggendong adik yang masih balita. Begitulah. Suasana kekeluargaan begitu terasa di sekolah yang berdiri sejak 2003 itu. Insan Teladan memang teladan tentang sekolah yang berhasil melibatkan secara aktif para orang tua siswa. Kepala SD Insan Teladan Eka Sari Budiwati mengatakan, memasak bersama adalah salah satu contoh pelibatan orang tua siswa sejak sekolahnya didirikan pada 2003. "Sejak masa penerimaan siswa baru, orang tua sudah diberi informasi dan harus ada kesanggupan," katanya. Tiap orang tua kebagian giliran memasak sekali dalam sebulan. Dalam sehari, bisa habis 17 liter beras. Lauknya, selain telur, juga tahu dan tempe. Menu selingannya sayuran. Kalau punya dua anak yang bersekolah di sana, seperti Rukminah, otomatis jatahnya dua kali. "Tapi, saya senang-senang saja melakukannya," kata ibunda Ismayanti yang duduk di kelas VIII SMP dan Haidar Ali, siswa kelas II SD, itu. Saat ini total siswa di sekolah Insan Teladan mencapai 217 siswa. Perinciannya, di TK ada 40 anak, SD 123 anak, dan SMP 54 anak. Sementara itu, jumlah gurunya 22 orang plus delapan tenaga kependidikan lainnya. Sekolah yang pendanaannya ditanggung Yayasan Nur Ilahi yang dipimpin Kadar Utari itu berdiri di atas lahan seluas 2.700 meter persegi. Menurut Utari, sedari awal, Insan Teladan dibangun untuk mengatasi masalah pendidikan di daerah Kalisuren. Saat itu dia sangat prihatin karena satu kampung, hanya ada satu orang lulusan SMA. Lainnya hanya tamat SD, SMP, atau bahkan tidak sekolah sama sekali. Latar belakang orang tua siswa pun beragam. Mulai buruh tani, kuli bangunan, pekerja serabutan, PSK, hingga narapidana. Sebelum menerima seorang murid, tim dari sekolah melakukan kunjungan rumah untuk memastikan dari keluarga tidak mampu. "Sekarang mulai sulit mencari anak kurang mampu di sekitar sini. Akhirnya kami perluas, tapi tetap tetap gratis," katanya. Orang tua, lanjut Utari, dilibatkan aktif karena kehidupan anak-anak paling banyak tetap di rumah. Karena itu, orang tua di rumah juga harus dibekali pendidikan. "Tujuannya, pendidikan untuk anak-anak tidak terputus ketika berada di sekolah saja," katanya. Selain memasak yang menghabiskan 17 liter beras dalam sehari, kegiatan lain di Insan Teladan yang melibatkan orang tua adalah parenting. Kegiatan tersebut berlangsung sepekan sekali. Kemarin kegiatan tersebut berlangsung di lantai 2 gedung sekolah. Total ada sekitar 50 ibu wali murid yang berpartisipasi. Raminah, salah seorang peserta kelas parenting, mengaku mendapat banyak pelajaran berharga. "Dulu itu, kalau lagi marah sama anak, kalau belum mencubit belum puas. Tapi, saya jadi semakin tahu sekarang kalau itu salah," kata ibunda Miranda, siswa kelas VII SMP Insan Teladan, itu. Eka menceritakan, awalnya juga ada aktivitas jaga malam atau ronda yang melibatkan para bapak siswa. Tetapi, sekarang sudah tidak lagi berjalan. Sebab, kawasan Kalisuren kini sudah ramai. Perumahan-perumahan baru berjajar di sana. Secara umum, model pembelajaran di Insan Teladan berpegang pada nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut tidak hanya diajarkan ke siswa. Tetapi, juga harus dilakuan para guru serta orang tua siswa. "Kelas parenting itu tujuannya menanamkan nilai-nilai kemanusiaan itu," katanya. Ada lima nilai kemanusiaan yang ditegakkan di Insan Teladan: kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang, dan tanpa kekerasan. Kadar Utari mengatakan, sangat diharamkan bagi guru menghukum siswa dengan kekerasan. Baik secara fisik maupun lewat ucapan. Melalui cara itu, siswa lantas meniru. Muaranya, Utari mengatakan, tidak ada anak didiknya yang berantem. Aktivitas perundungan (bully) juga tidak pernah terjadi di sekolah tersebut. Saking ketatnya menjaga infiltrasi kultur kekerasan, pihak sekolah juga berani melakukan perubahan materi ajar yang dirasa tidak cocok. Contohnya, menghilangkan kata "mencuri" "Misalnya, ada kalimat, ’Ani memiliki sepuluh mangga, kemudian tiga mangganya dicuri orang.’ Kami ubah menjadi, ’Tiga mangga Ani diberikan kepada orang yang tidak dikenal’," kata Utari. Bagi Raminah yang kemarin kebagian piket memasak, sumbangan tenaganya tidak sebanding dengan yang telah diberikan sekolah. Sebab, sangat jarang mencari sekolah yang benar-benar gratis untuk keluarga kurang mampu saat ini. Karena itu, dia merasa ikut memiliki sekolah tersebut. Begitu pula dengan Agustin Rahayu, ibunda Qanita, siswa kelas II SD Insan Teladan. "Dibandingkan di sekolah sebelumnya, dia berkembang pesat di sini," kata Agustin yang kemarin juga kena giliran memasak itu. Kendati gratis, Insan Teladan memang terbukti bisa menelurkan prestasi. Anak Raminah, Miranda, contohnya, terpilih mengikuti kegiatan Pramuka tingkat Jawa Barat di Bumi Perkemahan Cibubur. Saking harunya, Raminah mengaku sempat menangis saat melihat anaknya tampil di panggung kompetisi tersebut. "Bangganya luar biasa," katanya sambil menyeka air mata. Pada 2010, Insan Teladan juga masuk sepuluh sekolah paling berkarakter di Indonesia. Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Kami bersama sekolah-sekolah yang bayarnya mahal-mahal itu. Kami satu-satunya yang gratis, hehehe," kenang Utari. (*/c10/ttg)

Tags :
Kategori :

Terkait