PURBALINGGA - Pemimpin harus menerapkan filosofi lagu dolanan anak Jawa Gundul-Gundul Pacul. Menurut Emha Ainun Nadjib atau biasa disapa Cak Nun, lagu tersebut memiliki makna yang dalam.
“Pemimpin itu diibaratkan gundul (kepala). Wakul (tempat nasi) adalah lambang kesejahteraan rakyat atau amanat rakyat. Di dalam lagu itu disebutkan pemimpin tidak boleh gembelengan atau seenaknya sendiri. Bila gembelengan maka wakul akan ngglempang (terguling). Artinya amanat rakyatnya tak bisa dilaksanakan,” terang Cak Nun saat acara Shalawat Nariyah bersama Grup Musik Kyai Kanjeng di alun-alun Purbalingga, Sabtu (8/4) malam.
Acara tersebut dihadiri Bupati Purbalingga H Tasdi SH MM, Wakil Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, Ketua DPRD Tongat, Wakil Ketua DPRD Adi Yuwono, Dandim 0702 Letkol Dedy Syafrudin dan jajaran Forkompindo. Sebelum acara dimulai mereka bersama-sama melantunkan lagu Syukur gubahan H Mutahar.
Di depan ribuan warga, Cak Nun banyak melontarkan candaan-candaan menyindir kondisi saat ini. Termasuk soal maraknya aliran di Islam. “Umat Islam baik yang Muhammadiyah atau yang Nahdlatul Ulama (NU) tidak perlu bersaing. Karena orang Muhammadiyah juga orang NU. Mereka adalah umat Islam yang meneruskan ajaran Nabi Muhammad,” ungkapnya.
Pentas terasa ringan. Selain diisi tausiyah soal agama juga diselingi pentas musik Kyai Kanjeng.
Bupati Purbalingga H Tasdi SH MM dalam sambutan mengungkapkan rasa senangnya karena Cak Nun dan Kyai Kanjeng bisa hadir kembali di Purbalingga. Kehadiran Cak Nun diharapkan dapat memberikan motivasi untuk senantiasa menjaga kerukunan dan meningkatkan keimanan.
“Ini juga bisa mendukung visi kami, diantaranya menuju masyarakat Purbalingga yang berakhlakul kharimah,” ungkapnya.
Tasdi menambahkan, tujuan dilaksanakannya Shalawat Nariyah untuk mohon pertolongan kepada Allah SWT agar masyarakat dan para pemimpin Purbalingga selalu diberi keselamatan baik dunia dan akherat. Kegiatan tersebut juga sebagai untuk menyambut datangnya Isra Mi’raj. (gal/amr/sus)