BANYUMAS - Akhir-akhir ini, istilah "Flexing" tengah mencuat setelah muncul kasus yang menjerat Doni Salmanan dan Indra Kenz.
Kedua influencer ini kerap memamerkan kerang flexing atau memamerkan kekayaannya guna menarik orang untuk ikut terjun dalam Binary Option.
Menurut Psikolog Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr Ugung Dwi Ario Wibowo, S.Psi, M, flexing merupakan fenomena pamer kekayaan yang dilakukan para ‘orang kaya’ baik yang benar-benar memiliki banyak harta maupun seakan-akan kaya. Terutama dilakukan di media elektronik maupun media sosial.
"Contoh perilaku diantaranya yaitu memamerkan kekayaan berupa wujud uang, isi rekening, benda-benda mahal, maupun simbol-simbol kekayaan. Istilah ini juga muncul seiring istilah ‘sultan’ atau crazy rich yang membuat banyak orang mengagumi dan menginginkan status serupa," katanya.
Di jaman digital ini, lanjutnya, flexing memiliki banyak makna, bisa karena faktor psikologis maupun faktor sosial ekonomis.
Psikolog Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr Ugung Dwi Ario Wibowo, S.Psi, M
"Secara psikologis, flexing bisa jadi sebagai perwujudan dari eksistensi diri untuk terlihat menonjol dibanding orang di sekitarnya yaitu need of exhibionism," tuturnya.
Ugung melanjutkan, perilaku flexing ini juga bisa muncul karena ekspektasi ketakutan akan penolakan dan upaya mensejajarkan diri dengan status kaya.
https://radarbanyumas.co.id/terancam-dimiskinkan-doni-salmanan-ikut-seret-orang-orang-terdekat-dalam-kasusunya/
"Dengan menjadi kasta tertinggi, maka seseorang akan diikuti keinginannya dan perintahnya, terlihat hidup enak dan Bahagia, dan dikagumi oleh banyak orang," katanya.
Laman Berikutnya
Bila berlebihan, kata Ugung, perilaku flexing bisa dikategorikan sebagai masalah psikososial yang bisa mengganggu aktivitas, merugikan orang lain, atau membuat individu tidak menampilkan citra dirinya sendiri terutama di media sosial.
Sekain itu, faktor sosial ekonomi juga bisa menjadi motif seseorang melakukan flexing, Misalnya untuk kepentingan endorsement.
Walau bagaimanapun flexing sebagai strategi marketing bisa digunakan sebagai market signalling (sinyal ke pasar), kerjasama dengan influencer media sosial, dan cepat menarik perhatian pasar.
"Flexing juga digunakan untuk menunjukkan kredibilitas, sehingga publik memiliki business trust yang diikuti dengan mem-follow akun dan menjadi customernya," tuturnya.
Selain itu, katanya, secara agama flexing juga merupakan penyakit hati yang disebut riya. Yaitu perilaku sombong dengan memperlihatkan diri kepada orang lain agar keberadaannya baik ucapan, tulisan, sikap, maupun amal perbuatannya diketahui dan dibicarakan.
Berikut menurut Ugung agar seseorang mengendalikan diri dan tidak melakukan perilaku flexing:
1. Menyadari diri dan mengelola ekspektasi. Dengan cara memiliki kesadaran diri yang riil atas kemampuan diri, sehingga tidak memaksakan diri yang melebihi realita dan kemampuan yang dimiliki.
2. Memiliki kontrol diri, yaitu berpikir sebelum berbuat, terutama terkait dampak apa yang dilakukan seseorang baik terhadap dirinya maupun orang di sekitarnya.
3 Memiliki empati, sehingga peka terhadap perasaan orang lain terutama yang tidak mampu dan tidak berdaya, sehingga tidak menjadi self-absorption alias tidak peduli dengan orang di sekitarnya.
4. Fokus pada prestasi dan aktivitas positif. Daripada memamerkan segala sesuatu, lebih baik fokus untuk mencapai cita-cita yang diinginkan dan menikmati setiap momen dari berbagai kegiatan yang dilakukan, baik bersama diri sendiri, teman, pasangan, maupun keluarga.
5. Bersyukur. Memiliki kelebihan dan kekayaan merupakan anugerah, sehingga harus bersyukur kepada Tuhan Maha Pemberi dan tahu bagaimana bertanggung jawab atas apa yang telah dimilikinya. Bersedekah dan berbagi merupakan salah satu cara bersyukur.
Lantas, bagaimana kita menanggapi orang yang suka pamer dan berperilaku flexing?
1. Abaikan pelaku flexing. Pengabaian membuat pelaku flexing tidak mendapatkan apa yang diinginkan yaitu perhatian dan kekaguman. Sehingga dirinya merasa perilaku tersebuit kurang berguna. Hindari memberi like, komen, atau subscribe pada postingan yang bersifat flexing, sehingga dia akan mencari cara lain agar mendapatkan perhatian dan disukai oleh orang lain terutama pengikutnya di media sosial.
https://radarbanyumas.co.id/bahaya-investasi-berkedok-trading-ini-cara-menghindarinya-menurut-kasatreskrim-polresta-banyumas/
2. Jika memiliki kedekatan hubungan dengan pelaku flexing maka perlu diingatkan dengan cara komunikasi yang baik. Sehingga tidak menjadi perilaku yang menguat.
"Menyatakan dengan asertif bahwa perilaku tersebut tidak disuka secara pribadi," tuturnya. (ali)