Perjalanan Suramin, Preman Pasar yang Bertransformasi Menjadi Kades Gemeksekti, Kebumen
Di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap aksi premanisme yang kian meresahkan, pemerintah bersama aparat kepolisian terus menggencarkan patroli dan penertiban demi menjaga keamanan masyarakat. Namun, di antara label buruk yang melekat pada sosok "preman", ada kisah yang berbeda—kisah tentang perubahan, harapan, dan pembuktian diri.
Dia Adalah Suramin.
IMAM WAHYUDI, Kebumen
Bau menyengat minuman keras dan aroma wangi parfum kuat PSK selalu mewarnai kehidupan malam di Koplak Dokar Kebumen. Itu 48 tahun lalu. Tepatnya tahun 1977. Saat Suramin kecil sudah berjuang di tengah kerasnya hidup.
Teriakan, umpatan dan rayuan lelaki hidung belang, dibalas dengan senyuman genit para PSK, bahkan sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun kisah itu hanya tinggal cerita, saat Suramin membuktikan diri menjadi lebih baik dengan memimpin Desa Gemeksekti.
Koplak Dokar sendiri merupakan tempat pemberhentian dokar (kini menjadi pasar burung koplak). Ini selayaknya terminal bagi bus. Bandara untuk pesawat. Kala itu dokar masih menjadi alat transportasi.
Di area tersebut terdapat banyak kios dan warung makan. Salah satunya, Warung Sop Sederhana milik Pasangan Sumeri dan Sulasiyah. Warung yang digunakan mencari penghidupan sekaligus juga tempat tinggal.
Jumat Kliwon di Bulan Syura tahun 1977 di warung yang berukuran 6 x 8 meter itu lahir buah cinta dari pasangan Sumeri dan Sulasiyah. Bayi tersebut diberi nama Suramin. Kelak di tahun 2019, dia akan menjadi Kepala desa yang mendulang banyak prestasi di Desa Gemeksekti Kebumen.
Suramin kecil sudah terbiasa dengan kehidupan yang tidak ramah di kawasan Koplak Dokar. Perkelahian, cekcok, umpatan dan makian bukan pemandangan langka. Ya disini itu hal sudah biasa.
Disisi lain, sabung ayam dan perjudian terlihat aktif sebagai ajang mencari peruntungan. Tak jarang, berujung perkelahian. Malamnya, tawa manja dan ucapan halus para PSK terdengar mesra. Bersanding dengan minuman keras tentunya.
Suramin lahir di lingkungan tersebut. Perjalanan hidup keras sejak kecil. Mentalnya terasah secara alami. Menjadi preman merupakan karir yang linier dengan kehidupannya.
"Dulu terdapat penjual Kaset dan CD perko (eper toko). Setiap kami mabok, musik tidak boleh berhenti hingga pagi. Harus nurut pokoknya," kenang Suramin, saat ditemui di Kediamannya di Desa Gemeksekti, Minggu (25/5).
Sambil menghela nafas, dan sesekali kali menyemburkan asap rokok dari mulutnya, Suramin melanjutkan ceritanya.
Setelah lulus SD, kisaran tahun 1989, dirinya melanjutkan pendidikan ke ST (kini SMP). Kedua orang tuanya membeli tanah untuk dijadikan rumah. Siang Suramin di pasar, malam pulang ke Gemeksekti. Itu jika tidak tongkrong hingga pagi.