ISTIMEWA: Tantri bersama dua buah hatinya, Kara dan Arka, merayakan ulang tahun Arda dengan kue kerupuk pada Juni lalu.
Agustus selalu semarak. Lagu-lagu nasional dan yang bertema perjuangan berkumandang. Merah putih dalam wujud bendera, lampu kelap-kelip, umbul-umbul, maupun pita menghiasi sekolah, perkantoran, dan jalanan. Di manakah kemeriahan itu kini?
https://radarbanyumas.co.id/rossa-kemerdekaan-dalam-bermusik/
“DI rumah.” Jawaban itu meluncur dengan riang dari mulut Tantri Syalindri Ichlasari alias Tantri Kotak. Semarak kemerdekaan, menurut dia, selalu ada di dalam sanubarinya. Maka, dengan atau tanpa pawai dan lomba-lomba, hari kemerdekaan Republik Indonesia selalu istimewa baginya.
Tantri mengatakan bahwa lomba 17-an itu sudah tradisi. Kendati pandemi Covid-19 tidak memungkinkan masyarakat untuk berkerumun dan menggelar perlombaan atau permainan secara langsung, akan selalu ada cara untuk merayakan HUT RI. ’’Lihat saja nanti kan seliweran di media sosial,’’ katanya kepada Jawa Pos kemarin (14/8).
Di kota-kota besar sampai pelosok desa, lomba 17-an selalu meninggalkan kenangan. Tidak selalu manis, tapi pasti seru. “Mengundang banyak tawa,” ujar Tantri. Keseruan-keseruan itu yang selalu membuat istri Hatna Danarda alias Arda Naff tersebut rindu pada momen 17-an.
Tahun ini, karena pandemi, pengurus RT di lingkungan tempat tinggal Tantri tidak menyelenggarakan perlombaan. Maka, kesempatan bagi Karanada Medina Danarda menjadi peserta lomba 17-an hanya bisa di sekolah. Putri sulung Tantri dan Arda itu berkompetisi dengan teman-temannya dalam lomba virtual yang digelar sekolah.
Kendati ada banyak keterbatasan, Tantri menyatakan bahwa ikut lomba 17-an itu positif. ’’Menang dan kalah itu bukan pencapaian tertinggi. Ada nilai lain di balik ikutan lomba. Kejujuran, kegigihan, sportivitas, dan tentu saja semangatnya,’’ urai ibu dua anak tersebut.
Karena belum sekolah, Arkhairan Cadenza Tanarda, adik Kara, tidak bisa ikut lomba. Apalagi, di lingkungan rumah juga tidak ada lomba. Untuk putranya yang masih balita itu, Tantri punya cara lain mengenalkan semangat kemerdekaan. ’’Muter lagu kemerdekaan,’’ ungkapnya. Dia menambahkan bahwa lomba hanyalah salah satu sarana untuk memaknai perjuangan.
Sebagai vokalis, Tantri gemar mengajak Kara dan Arka bernyanyi. Lagu-lagu nasional ada dalam daftarnya. Termasuk lagu-lagu Kotak yang bernuansa nasionalisme. ’’Sayap-Sayap Garuda. Judul lagu terbaru Kotak. Itu juga cara kami menularkan kecintaan terhadap tanah air,’’ papar perempuan 32 tahun tersebut.
Kara dan Arka biasa mendengar sang ibu menyanyikan lagu-lagu nasional. Mereka ikut bersenandung. Lama-lama mereka juga ikut bernyanyi. Mulai bernyanyi dengan lirik yang tidak jelas sampai kemudian bisa melafalkan liriknya. Seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan serta perkembangan buah hatinya, Tantri yakin Kara dan Arka pun bisa memaknai lirik-lirik yang mereka nyanyikan.
’’Nanti kalau mereka bertanya (tentang makna lirik itu), kita tinggal menjelaskan,’’ cerita Tantri. Menanamkan semangat nasionalisme lewat lagu, bagi Tantri, adalah cara paling ideal. Mudah dan bisa dilakukan kapan saja.
Tantri dan Arda sepakat bahwa memahamkan perjuangan dan nasionalisme kepada dua anak mereka yang masih kecil bertumpu pada sukacita. Jika Kara dan Arka menerimanya dengan sukacita, sudah pasti langkah selanjutnya akan mudah. ’’Harus suka dulu. Nanti pasti tertarik,’’ tegasnya.
Orang tua, lanjut Tantri, juga harus sabar. Yang namanya nasionalisme itu harus terus dipupuk. Butuh proses untuk melihat hasilnya. Bisa jadi prosesnya panjang. Tapi, jangan berhenti memupuknya.
Selain menularkan lewat lagu, Tantri dan Arda sering melibatkan Kara dan Arka dalam aktivitas ringan yang berbau kebangsaan. Salah satunya adalah memasang bendera. Sambil memasang bendera, mereka bisa bercerita tentang perjuangan bangsa untuk bisa mengibarkan Sang Merah Putih dengan leluasa seperti sekarang. Tanpa rasa waswas ditembak penjajah.
’’Yah, ngasuh anak itu kompleks,’’ tandas Tantri. Yup. No debate. Selamat menyemarakkan kemerdekaan dari rumah ya, Tantri! (*)